Pachelbel Canon in D Major : Cerita dalam sebuah karya klasik

PachelbelJohann2

Johann Christoph Pachelbel adalah seorang komponis Barok yang lahir pada tanggal 1 September 1653 di kota Nuremberg negara Jerman. Pachelbel mengisi masa kecilnya dengan belajar bermain musik dari seorang komposer lokal bernama Heinrich Schwemmer. Schwemmer adalah seorang musisi dan pengajar musik sekaligus penyanyi lagu – lagu keagamaan di gereja Saint Sebaldus kota Nuremberg. Pada tahun 1671 ketika Pachelbel telah genap berusia 18 tahun, dia memutuskan untuk pindah ke Vienna Austria di mana dia tinggal untuk sementara waktu dan menjadi seorang pelajar di sana. Kemudian pada tahun 1692 Pachelbel pulang kembali ke Nuremburg dan memutuskan untuk menetap di sana sepanjang hidupnya hingga akhirnya dia meninggal pada tanggal 9 Maret 1706 di usianya yang ke 52 tahun. Johann Pachelbel sendiri telah banyak menciptakan musik – musik yang bersifat keagamaan dan sekuler semasa hidupnya. Kurang lebih sebanyak 500 karya musik klasik telah lahir dari buah pemikirannya sendiri. Melalui berbagai macam karya – karya klasiknya yang sangat terkenal, telah mampu menempatkan Pachelbel sebagai salah satu tokoh komposis zaman Barok paling penting dan paling berpengaruh di abad pertengahan Eropa kala itu.

Salah satu karya besar Johann Pachelbel yang paling terkenal dan paling di ingat oleh para pencinta musik klasik di seluruh dunia adalah Canon in D Major. Kata Canon yang saya bicarakan di sini tentu saja bukan senjata meriam Canon yang mampu menembakkan peluru tepat menuju ke sasaran atau Canon merek kamera digital yang sudah sangat terkenal itu. Bukan, bukan Canon itu yang saya maksud. Canon In D Major adalah salah satu karya klasik yang berhasil diciptakan oleh Pachelbel di zaman Barok Eropa. Penyebutan kata Canon di sini merujuk pada salah satu cara atau teknik dalam memainkan irama musik di mana sekumpulan nada akan di ulang secara terus menerus berdasarkan pada interval – interval tertentu. Canon adalah musik dengan karakteristik pengulangan atau peniruan nada. Ciri utama dari sebuah Canon klasik adalah musik akan memiliki irama yang sama di awal lagu dan akan terpisah secara sempurna di tengah – tengah lagu, sehingga akan menimbulkan kesan adanya penempatan nada yang saling tumpang tindih atau saling sambung – menyambung antara nada yang satu dengan nada yang lain. Prosesnya sendiri sebetulnya sederhana, namun cara dalam memposisikan suatu nada dengan tepat hingga tercipta pengulangan irama yang terangkai dengan sempurna bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah.

Pachelbel sendiri menciptakan Canon in D Major sekitar tahun 1680. Sejarah Canon in D sempat terlupakan selama hampir 300 tahun, hingga pada akhirnya karya klasik ini untuk pertama kalinya diperkenalkan kepada publik oleh Gustav Beckmann pada tahun 1919. Beckmann pada saat itu memasukkan potongan karya ini ke dalam artikel musiknya yang berjudul Pachelbel’s Chamber Music. Canon in D Major sendiri dimainkan untuk pertama kalinya pada tahun 1940 oleh Arthur Fiedler. Pada tahun 1970, seorang konduktor berkebangsaan Prancis yang bernama Jean-Francois Paillard mulai merekam dan memperkenalkan karya klasik ini kepada masyarakat luas. Paillard melalui pertunjukan orchestranya mampu menampilkan dengan sangat baik komposisi klasik dari Canon in D Major yang telah lama terkubur oleh sang waktu. Sejak saat itu karya klasik ini menjadi sangat terkenal dan bahkan telah menjadi dasar dari banyak lagu – lagu modern saat ini. Canon in D Major juga sering dimainkan dalam acara – acara pernikahan di berbagai negara dan telah menjadi lagu wajib pada beberapa album kompilasi musik klasik terpopuler di seluruh dunia. Seorang penulis pernah menyimpulkan bahwa karya klasik Canon in D Major memang secara khusus dibuat oleh Pachelbel untuk dimainkan pada acara pesta pernikahan sahabatnya yang bernama Johann Christoph Bach pada tanggal 23 Oktober 1694. Johann Christoph Bach adalah sepupu jauh dari Johann Sebastian Bach, salah satu komposis Barok paling terkenal di zamannya. Pada saat itu pertunjukan musik di pesta pernikahaan tersebut dimainkan oleh Johann Pachelbel, Johann Ambrosius Bach dan beberapa musisi klasik lainnya. Johann Ambrosius Bach sendiri adalah ayah dari Johann Sebastian Bach. Ada sebuah fakta sejarah yang cukup menarik untuk disimak bahwa di dalam salah satu kisah juga diceritakan jika Pachelbel adalah orang yang menjadi guru bagi Johann Sebastian Bach.

Pachelbel sebenarnya menciptakan banyak sekali karya musik klasik yang terkenal di zamannya, namun sebagian besar dari karya tersebut kini sudah hilang. Kisah perjalanan dalam menemukan asal – usul Canon in D pun cukup panjang, hingga pada akhirnya para peneliti sejarah musik klasik menemukan Musikalische Ergotzung. Diceritakan bahwa Musikalische Ergotzung adalah sebuah manuskrip klasik yang berhasil ditemukan di kota Berlin di mana di dalamnya terungkap beberapa karya klasik yang telah diciptakan oleh Johann Pachelbel pada masa lalu. Di dalam manuskrip tersebut terdapat beberapa potongan komposisi lagu di mana Canon in D Major adalah salah satu di antara potongan komposisi lagu tersebut yang masih bisa diselamatkan. Pachelbel menciptakan Canon in D Major dengan penyebutan asli sebagai Canon and Gigue for 3 violins and basso continou atau dalam bahasa Jerman dituliskan sebagai ‘Kanon und Gigue für 3 Violinen mit Generalbaß. Saat ini naskah asli dari Musikalische Ergotzung tersebut masih tersimpan rapih di perpustakaan Berlin State Library negara Jerman.

Canon in D Major versi instrumental klasik dimainkan dengan tiga buah violin dan basso continou sebagai pengiring serta ditambahkan alunan Gigue di akhir lagu. Ini merupakan komposisi instrumen asli dalam memainkan Pachelbel Canon klasik sesuai dengan catatan yang tertulis di dalam manuskrip tersebut. Penggunaan basso continou dalam memainkan Canon in D umumnya merujuk pada beberapa instrumen klasik yang biasanya menjadi pengiring permainan violin di kala itu, seperti cello, bass, lute, theorbo, gitar, viol, harpsichord, harp dan sebagainya. Namun seiring dengan berjalannya waktu, banyak di antara musisi klasik dunia yang memainkan Pachelbel Canon hanya dengan menyertakan tiga buah violin yang kemudian di iringi oleh sebuah cello, harpsichord dan theorbo sebagai acuan standar penggunaan instrumen klasik dalam memainkan Canon in D Major saat ini.

Di dalam Canon in D, Pachelbel sangat menekankan pengulangan nada hanya di tiga instrumen violin. Oleh karena itu Canon di sini hanya memiliki tiga buah pengulangan irama dari tiga instrumen violin yang saling berulang secara terus – menerus.  Cara kerja violin Canon kira – kira bisa di ilustrasikan sebagai berikut. Pertama, satu nada atau satu instrumen dibunyikan sebagai sebuah bagian dari satu irama. Kemudian ketika nada tersebut hampir selesai dimainkan, nada kedua atau instrumen kedua akan mulai mengulang atau meniru bunyi dari nada atau instrumen pertama dengan penempatan tangga lagu yang sama, lebih rendah atau lebih tinggi dari sebelumnya. Begitu pula dalam memainkan nada atau instrumen yang ketiga. Pengulangan di Canon Pachelbel sendiri bersifat continuo sehingga pengulangan nada akan dilakukan secara terus menerus mulai dari nada pertama, masuk ke nada kedua hingga sampai pada nada ketiga dan kemudian lanjut ke irama berikutnya. Penggunaan instrumen lain seperti cello, harpsichord dan theorbo sendiri difungsikan hanya sebagai pengiring musik Canon dari awal hingga akhir lagu.

Ketiga nada violin dalam Canon Pachelbel ini juga dimainkan dengan penambahan sedikit waktu jeda. Seperti yang sudah saya sebutkan di atas bahwa ada interval atau jarak tertentu untuk memulai satu nada dalam suatu irama dengan nada di irama yang lain. Hal ini dimaksudkan agar pengulangan setiap irama dalam Canon akan terdengar lebih rapi dan tidak berantakan. Pachelbel menyusun semua penempatan not balok di Canon ini hampir sama rumitnya dengan perhitungan matematika yang kompleks. Meskipun begitu penempatan not balok semacam ini tidak lantas membuat kaku para musisi yang ingin memainkan Canon. Pemusik masih memiliki kebebasan dalam memilih nada yang tepat sesuai dengan instrumen atau alat musik yang di pakai ketika mereka membawakan Canon. Bahkan dalam sebuah pertunjukan orchestra symphony yang membawakan Canon in D, konduktor bisa saja menambahkan beberapa nada atau instrumen tambahan di dalamnya. Semuanya tergantung pada keinginan sang konduktor atau komposer dalam membawakan karya ini di dalam sebuah pertunjukkan musik.

Musik Canon sebetulnya sangat sederhana, karena hanya terdiri dari 8 bar tangga lagu yang kemudian di ulang sebanyak 28 kali. Banyak sekali versi notasi atau partitur musik yang digunakan dalam memainkan Pachelbel Canon yang telah beredar luas saat ini. Itu semua kembali pada instrumen atau alat musik apa yang ingin dipakai dalam memainkan Canon pada sebuah pertunjukan musik. Saat ini cukup sulit untuk menentukan aransemen nada yang betul – betul tepat dan sesuai dalam memainkan Canon in D. Kesulitan dalam menentukan mana nada Canon yang tepat ternyata juga sudah di alami oleh beberapa musisi zaman dahulu yang berusaha untuk menghidupkan kembali nuansa Canon secara utuh kepada masyarakat luas. Pada tahun 1929, salah seorang pelajar musik yang bernama Max Seiffert pernah mempublikasikan aransemen Canon and Gigue pada salah satu serial organum miliknya. Namun Canon and Gigue yang dipublikasikan tersebut ternyata memiliki sejumlah artikulasi dan dinamika yang tidak terdapat di dalam lagu Canon in D Major versi asli. Seiffert selanjutnya memperbaiki dan mengaransemen ulang Canon in D dan kemudian memberikan tempo nada yang dianggap tepat dalam memainkan Canon sesuai dengan potongan – potongan dari lagu asli Canon yang terdapat dalam manuskrip Musikalische Ergotzung. Berikut ini adalah salah satu clip yang berisi partitur nada Canon in D Major yang secara umum telah banyak diketahui dan dimainkan oleh banyak musisi klasik di seluruh dunia. Instrumen yang digunakan dalam partitur musik ini hanya menyertakan tiga buah violin, sebuah cello dan sebuah cembalo (nama lain untuk harpsichord) sebagai pengiring musik Canon. Komposisi instrumen di dalam partitur ini dapat dikatakan sama dan sesuai dengan komposisi instrumen asli dalam memainkan Pachelbel Canon klasik seperti yang terdapat di dalam manuskrip tersebut. Anda juga dapat memperoleh partitur nada yang sama dengan clip di bawah ini dengan cara mengklik link ini.

Pachelbel Canon adalah musik klasik paling terkenal yang sangat disukai oleh banyak orang di seluruh dunia. Mungkin ini adalah satu – satunya mahakarya yang mampu mewakili keindahan bermusik dari para musisi di masa lalu sekaligus menjadi karya yang menandakan berdirinya kejayaan musikalitas zaman klasik yang kini banyak diminati oleh para penikmat musik dari berbagai macam aliran di seluruh penjuru dunia. Nah, jika kita berbicara tentang tokoh klasik seperti Johann Pachelbel, maka mau tidak mau kita juga akan bersentuhan dengan dunia musik klasik secara keseluruhan. Banyak orang yang mengatakan bahwa musik klasik ternyata sudah begitu dekat dan menyatu dengan lingkungan di sekitar kita. Sudah banyak penelitian di luar negeri sana yang berbicara tentang manfaat dan pengaruh mendengarkan musik klasik dalam kehidupan sehari – hari. Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa mendengarkan dan memainkan musik klasik ternyata mampu merangsang perkembangan otak seseorang. Musik klasik diyakini mampu meningkatkan kemampuan belajar, kemampuan mengingat dan kreatifitas seseorang. Individu yang menyukai musik klasik secara klinis akan memiliki kemampuan kognitif yang cenderung lebih baik dibandingkan dengan orang lain. Pengaruh musik klasik juga sangat besar terhadap perkembangan otak dan fisik seseorang. Belajar memainkan musik klasik akan memberikan kontribusi terhadap keseimbangan sensitivitas, pengekspresian diri dan semangat seorang individu.

Secara umum dalam dunia psikologi sendiri telah ada sebuah penelitian yang mengkaji tentang pentingnya memainkan dan mendengarkan musik bagi seseorang. Gardner (1983) dalam bukunya yang berjudul Frames of Mind menyatakan bahwa terdapat tujuh macam kecerdasan yang dimiliki oleh seorang manusia yang dapat memungkinkan mereka untuk meraih kesuksesan di dalam kehidupan. Salah satu di antara tujuh kecerdasan itu adalah kecerdasan bermusik. Menurut Michalko (2003) keterampilan individu seperti mengkomposisi lagu, menyanyi, memainkan alat musik atau bahkan hanya sebagai penikmat musik adalah ciri – ciri individu yang cerdas dalam bermusik. Ini adalah pernyataan yang telah dibuktikan secara empirik dan penelitian telah mensahkannya menjadi sebuah konsep baru tentang pola kecerdasan manusia. Namun jika anda masih tetap menginginkan sebuah alasan kenapa anda harus menyukai karya – karya di dalam musik klasik, mungkin penjelasan di situs ini bisa lebih memperjelas pemahaman anda tentang besarnya manfaat mendengarkan musik klasik tersebut.

Sekarang saya ingin menceritakan sesuatu yang menarik pada anda semua. Saya ternyata mempunyai pengalaman masa kecil yang cukup berkesan dengan Canon Pachelbel ini. Jika ingatan saya tidak salah, dulu ketika saya masih duduk di bangku SMP kelas 1, nada dari Canon ini ternyata pernah satu kali saya dengarkan di ruang musik sekolah saya waktu itu. Saya sendiri sekolah di SMP Negeri 5 Bekasi. Pada saat itu sekolah kami mempunyai ruang musik yang cukup menyenangkan. Ruang musiknya sendiri memanglah tidak terlalu besar, namun di sana tersimpan berbagai macam instrumen musik yang cukup lengkap. Ketika saya pertama kali masuk menjadi murid baru di sana, pihak sekolah pada waktu itu mengadakan acara untuk penyambutan siswa baru yang biasa disebut dengan Masa Orientasi Siswa (MOS). Mungkin bagi anda yang telah lulus atau saat ini masih bersekolah tidaklah terlalu asing dengan istilah ini. Pada saat itu pihak sekolah mewajibkan seluruh murid baru untuk mengikuti acara MOS ini dari awal hingga akhir minggu. Tujuan diwajibkannya masa orientasi ini sebetulnya hanya untuk lebih mengenalkan berbagai macam fasilitas dan kelengkapan sekolah yang mungkin nantinya akan dibutuhkan oleh siswa di kemudian hari. Perkenalan ini berupa kunjungan singkat ke beberapa ruangan dan gedung – gedung sekolah, seperti ruang guru, ruang kelas, ruang unit kegiatan siswa, lapangan basket, ruang perpustakaan, ruang koperasi, masjid, kantin dan sebagainya.

Pada saat acara MOS tersebut, ada seorang kakak kelas yang mengajak kami semua untuk berkeliling mengunjungi setiap ruangan sekolah satu demi satu. Nah, ketika kami semua sudah sampai di ruangan musik, ada seorang guru musik yang pada waktu itu memainkan musik klasik lewat kaset dari dalam ruangan tersebut. Sekali lagi, jika saya betul – betul tidak salah, musik itu adalah Canon in D karya Johann Pachelbel. Mungkin inilah perkenalan pertama saya dengan Canon milik Pachelbel saat itu. Buat saya pribadi kejadian ini cukup berkesan, karena sampai sekarang hal ini ternyata masih bisa saya ingat dengan baik. Saya masuk ke dalam ruangan yang penuh dengan alat musik asing yang belum pernah saya sentuh sebelumnya. Di dalam ruangan musik sekolah kami sendiri sebetulnya terdapat cukup banyak alat musik yang tersedia, beberapa di antaranya yang bisa saya ingat adalah alat musik gamelan, angklung, drum, piano, gong, peking, demung dan gendang. Saya masih ingat betul pada waktu itu ketika saya masuk ke dalam ruangan musik tersebut dan mencoba memainkan beberapa alat musik namun sambil di iringi oleh Musik Canon in D Major yang terdengar di seluruh penjuru ruangan. Pada saat itu suasana klasik yang tercipta  betul – betul terasa pas sekali buat saya. Di ruangan itu saya seperti masuk ke dalam dunia baru yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Rasanya Pachelbel dan semua alat musik di seluruh ruangan tersebut seolah – olah menyambut hangat kehadiran kami dengan kalimat ‘selamat datang semuanya!’. Sungguh pengalaman yang menarik sekali. Tapi karena pada saat itu saya masih kecil dan belum tahu apa – apa tentang dunia musik klasik, maka ketika sesi perkenalan dengan ruangan musik itu telah selesai dilakukan, maka selesai jugalah perhatian saya terhadap musik ini. Dan saya pun kembali ceria bermain bersama teman – teman yang lain. Yah, namanya juga masih anak – anak hehe..

Jika kita berbicara tentang musik, terlebih lagi adalah musik klasik, maka tidak ada satupun tempat di dunia ini yang mempunyai kumpulan koleksi musik klasik paling lengkap dan paling besar selain Youtube. Youtube adalah sebuah situs berbagi video yang sangat besar dan sangat menarik. Ada begitu banyak versi Canon in D Major milik Johann Pachelbel yang tampil dan terpampang di Youtube. Karena Canon in D adalah mahakarya Pachelbel yang paling terkenal, banyak di antara clip – clip video tersebut telah ditonton oleh jutaan orang dari seluruh penjuru dunia. Saya sendiri sejak beberapa bulan yang lalu sudah menyaksikan hampir semua clip Canon yang ada di Youtube. Mulai dari clip yang hanya di lihat oleh 10 orang penonton sampai clip yang sudah disaksikan oleh 5 juta orang lebih.

Dari ratusan versi Canon in D Major di Youtube yang telah saya lihat,  saya berusaha untuk menyeleksi 10 clip Canon yang saya nilai paling baik di antara semua clip – clip Canon yang lain. Ke 10 clip Canon ini sudah saya amati dan pelajari sedetail mungkin sehingga anda betul – betul mendapatkan karya terbaik dari Canon in D yang telah tersimpan lama di situs Youtube. Berikut ini adalah daftar 10 Canon in D Major terbaik karya Johann Pachelbel yang perlu anda dengar dan saksikan.

————————————————————-

1. Pachelbel’s Canon in D Very Full Orchestra 

Dari semua Pachelbel Canon yang sudah pernah saya lihat di Youtube, inilah Canon Pachelbel terbaik yang pernah saya dengar sampai detik ini. Inilah Best of the Best the Pachelbels Canon in D Major on this earth!. Menurut saya inilah Canon paling sempurna dalam ‘pembawaan’ musiknya.

Jujur saja, saya agak bingung harus menyampaikan apa dalam tulisan ini, tapi yang jelas nuansa yang ingin ditampilkan oleh Canon versi ini jauh lebih baik dan lebih ‘lengkap’ dari Canon versi yang lain. Mungkin karena ini adalah versi Canon orchestra, jadi mulai dari aransemen, komposisi lagu sampai pemilihan instrumen alat musiknya benar – benar diperhitungkan secara matang. Canon versi ini juga saya anggap lebih mampu dalam menampilkan secara jelas bagaimana keagungan dan kemegahan Canon in D sama seperti pada masa keemasannya. ini adalah Pachelbel Canon yang dibawakan dengan harmoni yang begitu sempurna. Mahakarya Canon yang sangat pantas untuk dipertunjukan dalam sebuah orchestra symphony.

Versi ini jugalah yang paling banyak saya putar di playlist Itunes saya. Sampai saat tulisan ini dibuat, lagu ini di Itunes saya sudah tercatat 873 kali plays. Jika hitungan mendengarkan lagu ini melalui handphone, ipad dan mp3 player lainnya ditambahkan, entah sudah berapa ratus kali jumlah saya mendengarkannya. Saya sebenarnya adalah tipe orang yang agak bosan dengan sebuah lagu. Kadang mendengarkan lagu malah harus sedikit di pompa oleh mood yang bagus. Tapi sepertinya aturan itu tidak berlaku untuk lagu yang satu ini. Ini adalah satu dari sedikit lagu yang menembus angka 1000 kali saya dengar.

Sebetulnya jika anda agak teliti sedikit, di aplikasi iLuvMozart-nya Apple juga menyertakan Canon versi orchestra ini namun dalam bit rate yang jauh lebih kecil, hanya 32 kbps. Bandingkan dengan versi asli dari Canon ini yang mencapai 128 kbps. Nah, bagi anda yang memiliki IPhone / Ipad dan ingin membuktikannya sendiri, silahkan di download aplikasi ini di App Store, setelah itu dengarkan Pachelbel Canon dalam aplikasi itu sebentar, kemudian coba bandingkan dengan Canon versi orchestra yang ada di Youtube ini. Hasilnya pasti akan sama. Menarik bukan? Nah, jadi kesimpulan saya adalah sampai detik ini, inilah versi Pachelbel Canon paling baik yang pernah ada di Youtube. Bagi anda yang ingin mengenal Pachelbel Canon lebih dalam, saran saya mulailah dengan mendengarkan versi ini.

2. Pachelbel Canon in D Original Instruments 

Jika anda ingin mendengarkan versi asli dari Pachelbel Canon in D, saya sarankan untuk mendengarkan versi dari Voice of Music ini. Inilah versi original dari Pachelbel Canon in D Major yang dimainkan dengan instrumen yang sama persis dengan yang dimainkan oleh Johann Pachelbel pada masa lalu.

Ini jugalah Canon yang setiap kali saya lihat, entah melihatnya di komputer, Ipad atau handphone, pasti akan berakhir dengan tepukan tangan dari saya. Saya juga tidak tahu kenapa, sangat mengagumkan menurut saya. Bisa memainkan violin seperti itu kira – kira berapa lama ya belajarnya? hehe..

Di Channel Youtubenya, Voice of Music juga aktif berdiskusi mengenai video clip Canon yang mereka ciptakan ini. Mereka juga tidak segan untuk membalas satu persatu pertanyaan yang diajukan oleh para penikmat musik klasik lain dari seluruh penjuru dunia. Nah, jika anda ingin bertanya seputar instrumen asli apa saja yang digunakan oleh Pachelbel sewaktu memainkan Canon pada saat itu, bisa ditanyakan langsung di Channel Youtube mereka ini.

Bahkan dari mereka inilah saya baru tahu jika Canon versi instrumental asli itu dimainkan dengan tidak menyertakan viola, jadi memang murni hanya ada tiga violin dan sebuah cello. Untuk memperindah pembawaan musiknya, di clip ini juga ditambahkan instrumen dari harpsichord (organ klasik) serta theorbo. Padahal banyak juga clip di Youtube yang menyertakan viola sewaktu memainkan Canon. Tapi walaupun dengan menyertakan viola, semua nada yang dimainkan tetaplah benar. Mungkin ini hanya masalah kreativitas setiap musisi yang tentunya berbeda – beda antara yang satu dengan yang lain. Menurut saya inilah salah satu original Barok Canon yang dibawakan dengan sempurna.

Oh iya hampir lupa, komentar saya di clip ini dulu juga sempat menjadi komen yang paling banyak di likes lho  🙂

Canon

3. Pachelbel Canon in D Major Perfect Version

Inilah Pachelbel Canon pertama yang saya temui ketika saya mengetikkan kata ‘Pachelbel Canon in D‘ di Youtube. Ini juga merupakan salah satu versi terbaik dari Canon yang pernah saya dengar. Dari versi inilah saya semakin mengenal komposisi nada dalam irama Canon. Sampai akhirnya keselurahan alunan dari nada – nada tersebut berhasil saya hafal di luar kepala.

Tadinya, versi ini bahkan ingin saya jadikan si nomor satu, karena memang menurut saya versi Canon ini hampir mendekati versi Canon yang sempurna. Versi ini sebenarnya adalah versi Canon orchestra juga, namun alat instrumen yang dimainkan mungkin belum selengkap versi Canon orchestra yang sudah saya sebutkan di atas. Di versi Canon ini juga kita akan banyak mendengar petikan theorbo yang mendominasi dari awal hingga akhir lagu. Pembawaan musiknya menurut saya sangat manis. Tidak heran jika clip Canon versi ini di Youtube sudah dilihat oleh satu juta orang lebih.

Tapi ada sedikit hal unik yang terjadi di dalam video clip ini. Sang pemilik video rupanya salah dalam memasukan foto dari si empunya yang punya musik, karena foto yang terpampang di clip ini adalah foto dari Mozart, bukan Pachelbel hehe.. Walaupun begitu, inilah salah satu versi Canon yang perlu anda dengar berkali – kali di playlist komputer anda. Betul – betul sangat bagus.

4. Pachelbel’s Canon in D Major – Elegance Version 

Menurut saya dari semua versi Canon yang pernah ada, inilah Canon yang paling lembut dan paling halus dalam pembawaan musiknya. Banyak orang di luar sana yang mungkin mendengarkan musik klasik hanya untuk mencari nuansa ketenangannya saja. Umumnya mungkin seperti kesan yang dibawakan oleh Bach dalam Air on the G String. Kesan lembut dan teduh sangat terasa dari gesakan violin Bach tersebut. Nah, jika anda benar – benar ingin mendengarkan versi Canon yang lebih tenang dan tidak terlalu ‘berisik’, anda tidak perlu bersusah payah lagi mencarinya di internet, karena saya sudah mencarikannya untuk anda.

Canon versi ini juga menambahkan nuansa Gigue di akhir musiknya. Secara umum klasik Gigue adalah alunan nada atau musik yang dikhususkan untuk menemani para bangsawan berdansa di acara – acara pesta pernikahan pada masa lalu. Jadi musik ini memang dipadukan dengan ritme dansa di akhir lagu, tujuannya mungkin untuk melengkapi atau memperindah nuansa Canon itu sendiri. Canon dengan Gigue seringkali dimainkan sebagai musik pengiring ketika dua orang mempelai pria dan wanita masuk ke altar pernikahan untuk meresmikan hubungan mereka. Seperti yang sudah saya jelaskan di awal tulisan ini bahwa Canon memang pada awalnya adalah musik yang dibawakan untuk acara pernikahan, maka nuansa dansa juga turut disertakan untuk mengiringi pesta pertunangan para pengantin di kala itu.

Hal yang menarik di sini adalah kebanyakan Canon hanya dimainkan dengan satu lagu saja, seperti Canon – canon yang sudah saya sebutkan di atas. Namun ada juga beberapa musisi yang menambahkan Gigue di akhir Canon karena mereka memang menganggap bahwa Canon versi inilah yang paling mendekati Canon asli yang dimainkan oleh Pachelbel pada saat itu. Penambahan Gigue setelah Canon juga bisa diartikan bahwa partitur nadanya akan terlihat lebih lengkap dan lebih sempurna seperti pada lagu aslinya.

Saya sendiri sampai saat ini masih belum tahu apakah Canon In D Major hanya dimainkan dengan satu lagu tunggal, yaitu hanya Canon saja, ataukah ditambahkan dengan alunan Gigue di akhir musiknya. Karena memang sewaktu ditemukannya Musikalische Ergotzung sebagai naskah asli Canon pada saat itu kondisinya hanya berupa potongan – potongan suatu komposisi lagu. Tidak jelas apakah komposisi itu adalah satu urutan lagu penuh atau berupa potongan – potongan lagu yang harus dijadikan satu. Hanya sang waktu yang bisa menjawabnya.

Tapi pada intinya,  saya suka sekali dengan Canon di versi ini karena tempo permainan pada Canon dan Giguenya dimainkan pada nada yang sama. Pas sekali menurut saya.

5. Pachelbel’s Canon in D – Piano Version

Ada begitu banyak Pachelbel Canon versi piano di situs video Youtube, tapi pilihan terbaik saya jatuh pada clip Canon versi ini. Menurut saya, inilah Canon versi piano yang benar – benar menyajikan nuansa Canon in D yang kemudian digubah ke dalam notasi – notasi instumen piano. Bagi saya, Ini adalah Canon versi piano yang dibawakan dengan sangat sempurna.

Musik Canon yang dimainkan pada instrumen piano sebetulnya adalah musik yang simpel. Asal nada yang terdengar  sama atau mirip dengan nada Canon, maka bisa dibilang itu adalah nada Canon. Oleh karena itulah banyak yang memainkan Canon di piano dengan tuts nada yang sembarangan dan mungkin sebenarnya kurang cocok, walaupun nadanya masih bisa dibilang sama dengan nada Canon yang umumnya kita dengar. Lain halnya dengan piano Canon yang satu ini. Pemilihan tuts nada di piano ini tidak terkesan liar dan serampangan, sehingga suara yang dihasilkan benar – benar terdengar sangat serasi. Saya bisa bilang bahwa semua notasi nada Canon di versi piano ini adalah benar dan tepat dalam menggambar Pachelbel Canon in D Major. Penempatan nada – nada musik di piano ini begitu sederhana namun lembut untuk didengar.

Hanya satu yang mungkin perlu disayangkan adalah Canon versi ini kurang panjang. Walaupun begitu, inilah Canon versi piano terbaik yang bisa saya temukan untuk anda.

6. Canon in D on Glass Harp 

Satu kata untuk Canon versi ini. saya suka! saya sangat suka! Mungkin inilah satu – satunya clip Canon yang saya berikan applause paling besar di antara yang lain. Luar biasa sekali menurut saya. Saya saja sampai detik ini masih kesulitan untuk membaca partitur musik, tapi Robert Tiso, sang musisi yang menciptakan karya ini bisa membaca partitur itu dalam bentuk yang lain, yang mungkin malah lebih sulit lagi. Ya, dengan glass harp! hebat!

Glass harp sebenarnya termasuk ke dalam salah satu instrumen perkusi yang dimainkan dengan cara digosok, sehingga dengan cara itu bisa menimbulkan suatu nada atau bunyi. Di sini Instrumen yang digunakan berbentuk kumpulan gelas yang telah di isi oleh air, dimana gesekan pada gelas – gelas yang berisi air itu bisa menimbulkan suatu bunyi sesuai dengan satu tangga nada tertentu.

Silahkan dilihat sendiri bagaimana tingkat kesulitan dalam memainkan glass harp ini. Butuh empat kali pengambilan gambar untuk bisa mengiringi atau memback up antara alur nada yang satu dengan alur nada yang lain, sehingga ketika digabungkan menjadi satu, terciptalah Canon yang benar – benar terdengar sangat jernih. Banyak orang di luar sana yang mengatakan bahwa ini adalah Canon versi suara kristal, karena memang dibunyikan dari kumpulan gelas – gelas kristal.

Inilah musisi hebat yang mampu memainkan Canon dengan nuansa yang berbeda, nuansa yang betul – betul unik. Luar biasa sekali menurut saya, karena semua alunan nada yang keluar terdengar betul dan tepat. Ini adalah salah satu versi Canon yang sering membuat saya tersenyum kagum ketika menonton video ini di Youtube.

7. James Galway Plays Pachelbel Canon : Unique Version 

Inilah versi Canon paling romantis yang pernah ada. Canon versi ini dimainkan oleh Sir James Galway, seorang musisi besar asal Irlandia utara. Beliau memainkan Canon versi ini ke dalam instrumen flute atau seruling dengan sangat indah. Saya mengacungi dua jempol untuk usaha beliau karena mampu meniupkan nuansa Canon ke dalam sebuah seruling yang kemudian dipadukan dengan instrumen asli dari Canon itu sendiri, violin.

Pertama kali saya mendengarkan Canon versi ini, kesan yang terbesit pada saat itu adalah nuansa yang sejuk dan damai. Suara flute di Canon versi ini benar – benar terasa sangat pas dan serasi jika dimainkan berbarengan dengan violin. Mungkin saya bisa merekomendasikan Canon versi flute ini untuk didengarkan saat anda berada di pantai pada waktu sore hari, seraya mengantarkan matahari tenggelam ke tempat peristirahatannya. Romantis sekali.

Pertanyaan saya adalah bagaimana caranya bisa mengatur nafas sedalam itu untuk bisa mengimbangi nada Canon yang saling sambung – menyambung, panjang dan kadang menukik tinggi? mungkin hanya beliau yang tahu. Tapi buat saya pribadi, beliau ini adalah satu dari sedikit musisi hebat yang mampu memainkan Canon dalam instrumen yang tidak pernah kita duga sebelumnya.

Saran dari saya, dengarkanlah Canon versi ini untuk semakin menyakinkan diri anda bahwa Canon adalah musik yang indah.

8. Canon in D (Classical Guitar) by Johann Pachelbel 

Di youtube sebenarnya banyak sekali musisi yang memainkan Pachelbel Canon dengan instrumen gitar. Kebanyakan dari mereka memainkan Canon secara solo gitar maupun duo gitar. Tapi untuk versi solo gitar yang paling menarik hati saya adalah permainan solois gitarnya Per-Olov ini. Per-Olov adalah seorang gitaris klasikal yang berasal dari swedia. Beliau ini adalah gitaris yang sangat berbakat. Banyak gitaris – gitaris muda di Youtube yang mencoba memainkan Canon dari sheet music atau partitur yang sudah diaransemen dan dikembangkan sendiri oleh Per-Olov.

Per-Olov memainkan Canon di clip ini dengan amat indah. Sangat mementingkan sekali unsur ketelitian dan kerapihan nada – nada yang keluar dari gitarnya. Di tambah dengan nuansa petikan gitar tradisional ala spanyol plus tampilan video yang tampak profesional, maka tidak diragukan lagi, inilah Pachelbel Canon yang dibawakan dengan begitu artistik dan melankolis.

Saya sebenarnya lebih suka permainan gitarnya Per-Olov ketika beliau ini memainkan Air on the G String milik Johann Sebastian Bach. Sangat bagus sekali menurut saya. Gerakan jemarinya benar – benar lincah ketika memetikkan senar – senar Air. Seolah – olah beliau ini sudah sangat lihai dan hafal di luar kepala nada – nada sempurna dari karya Bach tersebut. Kalau boleh jujur, saya lebih senang memposisikan Pachelbel Canon in D ini satu tingkat di bawah Air on the G String yang sama – sama dimainkan oleh beliau. Karena kualitas permainan gitarnya, sekali lagi kalau menurut saya, masih lebih baik sewaktu beliau membawakan Air.

Tapi walaupun begitu, Canon versi ini tetaplah terdengar istimewa bagi saya. Sangat artistik dan begitu elegan.

9. Pachelbel Canon – Boston Pops Orchestra 

Ini adalah salah satu Canon favorit saya selain dua versi Canon orchestra yang sudah saya sebutkan di atas. Canon ini dimainkan oleh John Towner Wiliams yang kala itu masih menjadi konduktor untuk Boston Pops Orchestra. Dengan pengalamannya selama puluhan tahun, beliau mampu memimpin timnya memainkan Canon in D Major dengan sangat baik.

Kesan saya ketika pertama kali mendengarkan Canon versi Boston Pops ini adalah sangat mewah. Menurut saya, ini adalah Canon dengan nuansa yang megah, mewah dan lebih gemerlap dibandingkan dengan Canon yang lain. Hampir tidak kalah dari Canon orchestra yang sudah saya jadikan nomor satu di atas.

Penambahan nada organ di awal lagu juga terasa sangat pas dan serasi dalam mengawali alur musik Canon. Di versi ini anda juga bisa mendengar petikan theorbo yang terdengar halus mengiringi kemewahan lagu Canon in D Major. Saya hanya bisa menebak jika penggunaan violin di Canon ini begitu banyak sehingga alunan musiknya cenderung lebih mendayu jika dibandingkan dengan orchestra Canon yang lain. Namun mungkin itulah yang menjadikan Canon ini begitu kaya dengan gesekan – gesekan violin yang terdegar sangat serasi dan indah.

Saya suka Canon yang dibawakan oleh Boston Pops ini, karena mereka mampu menampilkan orchestra Canon yang disajikan dengan sangat baik.

10. DEPAPEPE – Canon  (Live)

Jujur, awalnya saya benar – benar tidak menyangka jika Depapepe juga memainkan Canon in D. Sama sekali tidak menyangka. Di versi ini, Depapepe mampu mengemas Canon dalam nuansa yang benar – benar baru, kreatif, tidak terlalu mengikuti pakem Canon, tapi juga tidak terlalu keluar dari nuansa Canon itu sendiri. Saya agak bingung untuk mengilustrasikannya seperti apa, tapi ini adalah versi Canon in D paling ‘renyah’ yang pernah saya dengar. Saya juga tidak bisa membayangkan bagaimana raut muka Mr. Pachelbel jika beliau tahu lagu masterpiece miliknya dimodifikasi ‘sedemikian rupa’ oleh Depapepe hehe..

Tapi saya tetap salut dengan Depapepe yang bisa mengaransemen ulang lagu Canon ini namun dengan tingkat kesulitan dan kerumitan yang lebih tinggi. Banyak gitaris yang memainkan Canon di Youtube namun dalam tempo yang lebih lambat (slow), tapi tidak dengan Depapepe. Jarang ada musisi yang mampu memetikan gitar Canon dengan secepat dan selincah itu. Sekali lagi, salut saya dengan Depapepe.

Masalahnya, pertama kali saya mendengarkan Canon versi ini, hanya satu yang bisa saya katakan, aneh. Canon adalah mahakarya yang sangat kuat nuansa klasikalnya. Dan ketika saya disuguhkan dengan Canon versi ini, butuh waktu agak lama bagi saya untuk bisa menerimanya dengan ‘ikhlas’. Menurut saya ini adalah versi Canon yang sangat ‘eye catchy‘. Tapi lama – kelamaan memang terdengar asik dan beda dari Canon yang lain.

Saran saya untuk yang baru mulai mendengarkan Canon In D Major, jangan buru – buru mendengarkan Canon versi Depapepe ini. Bisa hancur ‘image’ Canon in D di mata anda hehe.. Tapi tentunya, tanpa bermaksud untuk merendahkan, Depapepe rupanya berhasil menciptakan Gaya Canon ‘hasil karya’ mereka sendiri yang terdengar unik, easy listening dan modern. Saya hanya bisa bilang bahwa Inilah Canon in D Major versi anak muda. Sangat kreatif.

————————————————————-

Itulah daftar 10 besar Pachelbel Canon in D Major terbaik yang bisa saya rekomendasikan untuk anda. Daftar ke 10 Canon tersebut juga adalah daftar Canon yang paling saya suka dan paling menjadi favorit saya di Youtube. Tidak jarang beberapa Canon di atas sering saya dengarkan setiap kali ada kesempatan, bahkan mungkin terlalu sering.

Sebetulnya masih banyak Canon versi lain yang sama baiknya atau bahkan lebih baik dari list yang ada di atas, karena memang belum semua Canon di Youtube ini bisa saya lihat dan temukan. Bahkan jika anda memiliki banyak waktu luang, anda juga bisa menemukan versi Canon yang lebih berkualitas lagi dari pada list Canon yang sudah saya susun di atas. Hampir semua musisi dunia mengenal Canon Pachelbel dan banyak di antara mereka yang mencoba memainkan Canon dengan alat musik dan genre yang telah mereka kuasai. Oleh karena itulah sebetulnya masih banyak Canon versi musisi lain yang mungkin luput dari pengamatan saya.

Namun rasanya kurang lengkap jika saya hanya memperlihatkan 10 Canon terbaik yang perlu anda dengar. Bagaimana jika saya tambahkan 20 list Canon lagi untuk melengkapi ke 10 list Canon yang sudah ada di atas? Oke, berikut ini adalah tambahan 20 list dari Canon Pachelbel yang bisa saya rekomendasikan untuk anda semua. Tambahan list Canon ini sumbernya masih dari Youtube, dengan sedikit review dari saya pribadi.

————————————————————-

11. Canon in D Major (Rain Backsound)

Tanpa bermaksud untuk bersikap subyektif, saya juga menyertakan Canon ciptaaan saya ini sebagai salah satu dari 30 besar Canon yang paling saya suka di Youtube. Ya, Ini adalah Pachelbel Canon yang saya buat dan saya edit dengan tangan saya sendiri. Cukup sulit untuk membuat Canon versi Rain Backsound ini. Butuh waktu 4 malam bagi saya hanya untuk membuat semuanya terlihat sempurna.

Saya menggunakan iPhoto dari Apple untuk membuat clip slideshow Canon versi Rain Backsound ini. Awalnya hasil yang di dapat sangat baik dan memuaskan. Transisi gambar yang tampil dalam clip ini bergerak dengan sangat halus. Namun sayangnya file yang dihasilkan juga sangat besar. Tidak mungkin mengupload hampir setengah giga ke Youtube hanya untuk sebuah clip lagu. Akhirnya saya pun beralih ke iMovie dan kembali mengerjakan clip ini dari awal. Dan sekarang, clip yang sedang anda saksikan ini adalah hasilnya.

Pachelbel versi Rain Backsound ini sebenarnya adalah Pachelbel Canon orchestra nomor 3 yang ada di atas dan kemudian ditambah dengan backsound suara turunnya hujan. Kenapa harus hujan? nah dalam suatu kesempatan, pernah terbesit ide di kepala saya bahwa jika Canon diiringi oleh suara jatuhnya tetesan hujan, saya pikir akan terdengar lebih harmonis dan lembut daripada Canon versi yang lain. Pachelbel Canon bagi saya adalah karya yang teduh dan sejuk. Cukup disayangkan jika sisi – sisi emosional dari Canon tidak ditambahkan oleh nuansa yang lain dan entah kenapa pada saat itu yang terpikir oleh saya adalah hujan. Suasana hujan sendiri menggambarkan perasaan yang dingin, teduh, sejuk, hening dan menenangkan. Bagi saya, pas sekali jika semua itu dikombinasikan dengan irama Canon.

Saya suka hujan. Anda pun mungkin juga suka dengan hujan. Namun hujan di sini tentunya bukan hujan badai disertai angin tornado, tapi hujan yang jatuh rintik – rintik. Hujan yang tidak terlalu besar dan dengan sudut jatuh pas tegak lurus menuju tanah. Saya suka sekali dengan hujan seperti ini dan selalu berharap hujan akan turun dengan cara seperti itu tiap sore. Nah, apabila anda bertanya bagaimana pendapat saya jika Canon ditambahkan dengan suara rintikan hujan? maka jawaban saya, mereka adalah contoh pasangan yang sempurna.

12. Canon In D (Irish Version) 

Saya suka Canon versi Irish ini. Suasana yang ditampilkan cukup berbeda jika dibandingkan dengan Canon yang lain. Canon di clip ini dimainkan dengan instrumen flute dan ditambahkan dengan sentuhan nuansa Irlandia yang kental. Canon Pachelbel di clip ini sangat menggambarkan bagaimana romantisnya orang – orang Irlandia ketika sepasang kekasih sudah memutuskan untuk memasuki jenjang pernikahan. Ini adalah versi Canon yang sangat lembut dan sejuk. Coba dengarkan Canon ini sewaktu anda sedang ingin menenangkan diri dalam situasi apapun.

13. Royal Wedding in Pachelbel’s Canon 

Ini adalah clip yang menceritakan tentang prosesi pernikahan antara Pangeran William dan Catherine Middleton di Westminster Abbey kota London, Inggris. Pernikahan ini disebut – sebut sebagai pernikahan paling mahal dan paling terkenal di abad ini. Pihak kerajaan Inggris kabarnya mengeluarkan biaya hampir 20 juta poundsterling hanya untuk melangsungkan pernikahan sang pangeran yang nantinya akan menjadi raja bagi seluruh penduduk Inggris. Pernikahan ini terasa semakin mewah dengan adanya iringan musik dari Canon Pachelbel yang menyertai kedua mempelai yang sedang berbahagia ini. Di sini anda juga dapat melihat siluet dari Lady Diana yang muncul di tengah dan di akhir clip Canon. Lady Diana adalah ikon kerajaan Inggris di masa lalu yang sangat terkenal berkat misi – misinya tentang masalah kemanusiaan di seluruh dunia. Kesimpulan dari saya adalah Ini merupakan clip Canon yang sangat glamor, betul – betul mewah dan sangat megah!

14. Canon in D Major Flute and Orchestra 

Canon ini dibawakan dengan menyertakan beberapa instrumen klasik secara bersamaan, flute, violin, cello dan harpsichord. Kombinasi instrumen klasik yang sangat bagus dalam memainkan Canon In D.  Suara flute di clip Canon ini betul – betul terdengar sangat merdu. Saya sangat menghargai sekali musisi – musisi hebat yang mampu membawakan Canon melalui instrumen flute. Sungguh tidak mudah mengatur tinggi rendahnya nafas dalam memainkan Canon versi flute ini, namun flutist di clip ini mampu membawakannya dengan sangat baik. Ini merupakan Canon versi flute terbaik setelah Canon karya Sir James Galway yang ada di atas.

15. Dreams Come True (Pachelbel’s Canon in D) 

Tidak pernah terbayangkan dalam pikiran saya jika Pachelbel Canon bisa disisipkan vocal sehingga menjadi musik yang lengkap dalam artian yang sebenarnya. Canon adalah mahakarya klasik yang sudah sangat sempurna sejak pertama kali ia diciptakan. Canon adalah karya yang murni dilahirkan dan diciptakan hanya untuk dimainkan pada instrumen musik klasik, maka tanpa tambahan vocal pun Canon tetap terdengar sangat indah bagi saya. Tapi bagaimana jika ada orang di luar sana yang ternyata mampu memadukan antara Canon klasik dengan suara vocal? bahkan secara duet vocal? coba dengarkan Canon versi yang satu ini. Suara Jon Secada dan Rebecca Holden terdengar sangat bagus sekali di sini. Mereka berdua betul – betul sangat paham tentang bagaimana sebuah Canon in D Major harus dinyanyikan. Ini adalah salah satu clip Canon yang paling menjadi favorit saya. Selamanya.

16. Pachelbel Canon in D – Violin and Classical Guitar

Ini adalah salah satu Canon Pachelbel versi duet instrumen terbaik yang bisa saya temukan. Agak jarang melihat Canon yang dibawakan dengan violin dimainkan berbarengan dengan gitar. Untuk duet instrumen, biasanya violin Canon dimainkan bersamaan dengan piano atau cello, karena memang sama – sama berasal dari instrumen musik klasik. Hanya ada beberapa clip di Youtube yang menyertakan violin dengan gitar saat memainkan Canon, namun ini adalah yang terbaik menurut saya. Suara yang dihasilkan di clip ini masih terbilang bersih dan tidak begitu terdistorsi oleh suara dari luar. Pembawaan musiknya pun sangat impresif.

17. Musica Clasica – Canon en Re Mayor,  Johann Pachelbel 

Saya suka jika Canon in D Major dimainkan dalam orchestra symphony yang megah. Canon in D adalah karya terbaik dari salah satu musisi klasik terbesar di dunia, Johann Pachelbel. Sudah sepantasnya jika karya ini dipentaskan pada pertunjukan musik yang mewah dan megah. Canon in D Major di clip ini adalah salah satu contohnya. Canon di sini betul – betul terdengar sangat elegan dan eksklusif. Satu hal yang paling saya suka adalah ini merupakan clip Canon dengan petikan theorbo yang jelas sekali. Agak jarang bisa menemukan clip Canon dengan pembawaan musik yang sempurna seperti ini di Youtube. Canon orchestra di clip ini saya nilai sudah sejajar dengan Canon orchestra yang telah ada di atas.

18. Pachelbel – Canon in D Piano (Romantic Wedding Music) 

Inilah piano Canon yang dimainkan dengan sangat manis. Walaupun tidak betul – betul menggunakan piano klasik, namun tetap tidak melunturkan nuansa keindahan dari Canon in D Major itu sendiri. Saya suka clip Canon ini. Di sini anda dapat melihat lentiknya jemari sang pianis dalam memainkan nada – nada Canon di atas keyboard miliknya.  Saya bisa mengatakan bahwa ini adalah piano Canon terbaik yang berhasil saya temukan setelah piano Canon nomor 5 yang ada di atas.

19. Pachelbel Canon in D (106 Participants from 30 Countries) 

Saya suka dan salut sekali dengan Canon versi ini. Ini adalah Canon yang dimainkan oleh orang – orang dari berbagai belahan dunia, direkam di rumah mereka masing – masing, dengan instrumen musik yang berbeda – beda, lalu kemudian semua rekaman itu digabungkan menjadi satu ke dalam sebuah video dengan konsep virtual orchestra. Jadi seolah – olah semua orang di clip ini memainkan Canon pada timing yang bersamaan. Luar biasa! Dengan total sebanyak 106 orang peserta dari 30 negara yang memainkan berbagai macam instrumen baik klasik maupun modern membuat Canon in D di clip ini begitu hidup dan meriah. Ini adalah salah satu penampilan ochestra symphony terbaik yang pernah saya lihat. Satu hal yang tidak kalah istimewa adalah adanya peserta dari Indonesia yang memainkan violin di clip ini! Love it!

20. Canon de Pachelbel (Orchestra Philharmonique de Berlin) 

Canon yang dimainkan langsung dari negara asal Johann Pachelbel, Jerman. Tempo permainannya cukup cepat, hampir sama cepatnya dengan Canon yang dimainkan oleh Voice of Music yang ada di atas. Jika sedang melihat clip ini, saya suka membayangkan sendiri bahwa mungkin inilah versi original dari Pachelbel Canon in D Major yang saya cari – cari selama ini.

Banyak alasan kenapa saya bisa berkata seperti itu. Salah satunya seperti yang sudah saya sebutkan tadi, Canon di sini dimainkan di negara tempat asal Johann Pachelbel dilahirkan, yaitu negara Jerman. Selain itu, Canon di clip ini juga dimainkan langsung oleh orang – orang Jerman dan mungkin saja dimainkan oleh anak – anak muda Jerman yang tertarik dan berminat dengan dunia musik klasik. Dua alasan yang rasanya sudah cukup memuaskan bagi saya. Canon di clip ini dimainkan oleh Berlin Philharmonic Orchestra, salah satu kelompok pertunjukan orchestra symphony terbesar di Eropa. Sebuah voting yang dilakukan pada tahun 2006 pernah menyatakan bahwa Berlin Philharmonic berhasil menduduki peringkat ke tiga dalam daftar 10 kelompok orchestra terbaik di Eropa setelah Vienna Philharmonic (Austria) dan Royal Concertgebouw Orchestra (Belanda).

Memiliki catatan sejarah yang panjang, di isi oleh banyaknya musisi – musisi berkualitas, didukung oleh concert hall yang sangat megah dan banyaknya penghargaan bergengsi yang telah mereka raih sudah cukup untuk membuktikan bagaimana hebatnya kualitas bermusik dari para anak – anak Jerman yang tergabung dalam Berlin Philharmonic Orchestra ini.

21. Liv & Let Liv Meditative Pachelbel with Ocean 

Ingin mencari Pachelbel Canon yang benar – benar memberikan nuansa yang sangat tenang? atau anda ingin mencari Canon sebagai teman untuk bermeditasi? mungkin clip Canon ini adalah jawabannya. Inilah salah satu versi Canon in D dengan nuansa paling menenangkan yang pernah anda dengar. Cukup jarang melihat orang ‘biasa’ yang kesehariannya suka sekali mendengarkan musik klasik. Namun ketika mereka telah mencoba untuk mendengarkannya, kebanyakan dari mereka memang menginginkan ketenangan ketika mendengarkan musik – musik semacam ini. Ya, faktor ketenangan adalah salah satu alasan pertama kenapa seseorang ingin mendengarkan musik klasik. Tidak banyak jenis musik di luar sana yang mampu membuat seseorang dapat melepaskan lelah dan tekanan hidup walaupun hanya untuk sejenak. Jika anda memiliki waktu luang dan ingin membiarkan diri anda betul – betul merasakan ketenangan yang hening dan damai, anda bisa memulainya dengan mendengarkan Canon versi ini. Dengan latar belakang suasana pantai di sore hari yang tenang dan hangat akan membuat pikiran dan jiwa anda melayang secara perlahan dan terbang tinggi mengikuti para kawanan burung camar di atas awan sana. Menyenangkan sekali bukan? Jangan biarkan jiwa anda tenggelam ke dalam rutinitas pekerjaan yang melelahkan. Jangan biarkan hingar – bingarnya kehidupan merenggut ketenangan pikiran anda. Pulihkan dan sehatkan jiwa dan pikiran anda dengan mendengarkan Canon versi ini. Anda pun juga dapat mendengarkan Canon ini ketika anda ingin beristirahat dengan tenang di malam hari. Jika hal ini sekarang sedang anda lakukan, maka izinkan saya untuk berkata kepada anda, selamat bermimpi indah di malam ini.

22. Canon in D Wedding Version 

Pachelbel adalah salah satu tokoh klasik yang mungkin tidak perlu kita ragukan lagi sisi keromantisannya. Salah satu bukti bagaimana romantisnya sang musisi klasik ini adalah terciptanya Canon yang secara khusus ia buat untuk pernikahan sahabatnya sendiri di kala itu. Canon in D juga adalah salah satu karya klasik yang paling banyak dimainkan pada acara – acara pesta pernikahan yang diselenggarakan oleh banyak pasangan pengantin di seluruh dunia. Pachelbel ternyata sangat mengerti dan paham bagaimana perasaan cinta yang tumbuh secara alami dari sepasang manusia yang sedang berusaha untuk menyatukan hati mereka. Semua letupan – letupan cinta yang keluar dari hati secara halus dapat dibaca dengan sangat baik oleh Johann Pachelbel ke dalam musik Canon ini. Mungkin Pachelbel adalah satu – satunya musisi yang mampu menterjemahkan murninya perasaan cinta ke dalam sebuah lagu. Dan mungkin melalui Canon versi inilah pesan cinta Pachelbel mampu tersampaikan kepada anda.

23. Transformation of Pachelbel’s Canon by Nanae Mimura 

Canon in D adalah musik klasik yang universal. Layaknya sebuah bahasa, ia mampu dibawakan ke dalam berbagai macam instrumen baik instrumen klasik maupun instrumen modern yang telah banyak di kuasai orang. Namun bagaimana jika Canon dibawakan ke dalam instrumen yang jarang ditemui bahkan dikuasi oleh orang lain? mungkin Canon di clip ini mampu menjawabnya. Canon versi ini dimainkan oleh Kevin Hanrahan dengan menggunakan instrumen marimba. Marimba adalah salah satu jenis instrumen perkusi yang terbuat dari kayu khusus, di mana salah satu plat dari kayu tersebut ketika dipukul akan mampu menghasilkan suatu nada seseuai dengan susunan tangga nada dalam suatu not balok. Di clip ini, Kevin memainkan Pachelbel Canon yang sudah di aransemen dan dipopulerkan oleh seorang marimbist yang sangat terkenal di dunia, Nanae Mimura. Bagi saya ini adalah Canon terbaik setelah glass harp karya Robert Tiso, karena mampu membawakan Canon dalam instrumen musik yang langka dan jarang dikuasai oleh orang lain.

24. Canon in D (Pachelbel’s Canon)  

Banyak sekali musisi berbakat yang mampu memainkan Canon melalui instrumen harpa di channel Youtube. Anda bisa menyaksikannya sendiri bagaimana mereka membawakan Canon baik secara solo instrumen, duet instrumen maupun dalam sebuah pertunjukan orcehstra musik. Cantik sekali jika sebuah Canon dibawakan melalui denting – denting benang harpa yang klasik itu. Di video clip Canon ini suara petikan benang harpa yang keluar terasa amat renyah untuk kita dengarkan. Sampai sekarang clip Canon versi solo harpa ini masih menjadi yang terbaik yang pernah saya temukan di Youtube. Manis sekali.

25. Canon in D Major Fantastic Version, Classical Music 

Inilah orchestra Canon in D yang dibawakan dengan nuansa yang sejuk, tenang namun tetap terdengar megah. Saya suka Canon versi ‘fantastik’ ini karena dibeberapa bagian menyertakan instrumen trumpet dalam mengiringi musik Canon. Susunan irama yang keluar dari Canon versi ini sangat dijaga sekali kerapihan nadanya. Di bagian awal anda tidak akan disuguhkan suara violin yang mungkin terdengar berisik, sampai nantinya anda sudah siap untuk mendengarkannya di tengah – tengah lagu. Saya yakin anda akan langsung suka dengan Canon versi ini. Musik Canon ini mampu menerbangkan khayalan banyak orang bahkan ketika mereka baru pertama kali mendengarkannya. Bayangkan saja anda adalah seorang pangeran atau puteri yang sedang kembali ke istana kerajaan dan di sambut oleh sekumpulan marching band istana yang memainkan musik dengan suasana yang mewah dan megah. Sebuah ilustrasi yang sangat pantas untuk mewakili Canon in D versi yang satu ini.

26. Pachelbel’s Canon in D Major – Soothing Music (The Best Version) 

Sejujurnya ini adalah Canon kedua yang saya temukan di Youtube setelah Canon nomor 3 di atas. Saya suka Canon di versi ini karena suara theorbo yang terdengar sangat jernih sekali. Latar belakang pemandangan alam berwarna jingga turut memberikan kesan yang hangat pada clip Canon yang satu ini. Dengan jumlah viewer di clip ini yang telah mencapai 10 juta orang lebih sudah cukup untuk membuktikan bahwa Canon memang musik klasik paling terkenal di seluruh dunia. Ini adalah salah satu versi Canon in D yang paling sering saya dengarkan di masa – masa awal saya mendengarkan musik Canon. Anda ingin istirahat sambil ditemani oleh nuansa ketenangan musik Canon? maka anda bisa memulainya dengan mendengarkan versi yang ini.

27. Canon in D | Wedding Video | O’Neill Brothers – Short Sample 

Canon di clip ini dimainkan oleh dua orang pianis ditambah dengan seorang violinis. Duo piano dan solo violin. Cukup disayangkan karena mereka memainkan Canon in D dengan durasi yang sangat pendek. Saya yakin jika mereka memainkan Canon dengan durasi yang sama persis dengan Canon versi klasik, maka sambutan yang diberikan di clip ini akan jauh lebih banyak lagi. Canon in D di sini dimainkan dengan sangat baik oleh ketiga musisi. Saya salut dengan sang violinis di clip ini karena sangat dalam sekali penghayatan bermusiknya. Sampai saat ini, saya masih menunggu mereka mengeluarkan clip Canon dengan durasi yang lebih panjang.

28. Rockelbel’s Canon (Pachelbel’s Canon in D) – 4 Cellos 

Semua orang mungkin akan setuju jika ada sebuah penyataan yang mengatakan bahwa musik klasik adalah musik yang membosankan dan ‘bikin ngantuk’. Memang agak sulit untuk membantah mitos klasik ini. Tidak semua orang menyukai musik klasik dan tidak semua orang pula yang ingin mendengarkannya. Saya pun butuh waktu agak lama untuk bisa menikmati karya – karya besar ini.  Butuh ‘kesabaran’ dan ‘daya peka’ yang cukup tinggi untuk bisa menikmati musik jenis ini dan mengetahui inti dari keindahannya. Walaupun sudah sangat terkenal, Canon in D tetaplah sebuah musik klasik yang mungkin belum begitu di terima dan di sukai oleh banyak orang. Namun ada sebuah clip Canon di Youtube ini yang saya jamin dapat membuat anda langsung suka dan tertarik dengan musik klasik. Ini adalah salah satu clip Canon dengan aransemen paling ‘radikal’ yang pernah saya temui hehe.. Di sini, Steven Sharp Nelson mengaransemen Pachelbel Canon menjadi sesuatu yang betul – betul baru, berbeda dan tidak membosankan. Musik Canon di sini di buat dengan nada – nada yang ‘seirama’ dengan orang – orang yang bahkan belum pernah mendengarkan musik klasik sekalipun. Hasilnya? silahkan anda dengarkan sendiri. Nadanya Asikkan?

29. Canon in D (Pachelbel) 

Saya suka negara Jepang. Oleh karena itu tidak membutuhkan waktu lama untuk menjadikan clip Canon ini menjadi salah satu clip Canon favorit saya. Canon di sini sangat pantas disandingkan dengan latar belakang mekarnya bunga sakura di musim semi. Clip yang indah dengan dukungan musik yang tidak kalah indah. Satu hal yang membuat saya suka adalah Canon di clip ini dibawakan dengan lengkap secara orchestra symphony. Jadi jika anda ingin mencari Pachelbel Canon dengan latar belakang indahnya bunga sakura di negara Jepang, mungkin hanya ada di clip Canon versi ini.

30. Claude Monet paintings – Canon in D classical

Ini adalah salah satu versi Canon in D yang sering saya dengarkan ketika saya sedang membaca novel sebelum tidur. Sangat tenang dan tidak terlalu berisik. Saya suka sekali dengan cara sang musisi membawakan Canon di clip ini, karena suara violin yang keluar bukan berasal dari instrumen asli melainkan dari instrumen keyboard, sehingga tercipta Canon yang mengalir dengan begitu alami. Sangat bagus. Di clip ini anda juga akan menjumpai beberapa lukisan terkenal karya Claude Monet, seorang pelukis besar asal Perancis yang beraliran impresionis. Hal yang cukup unik adalah di dalam clip ini anda akan belajar tentang dua hal, musik klasik dan lukisan klasik. Menarik bukan ?

————————————————————-

Itulah daftar 30 Canon in D Major yang bisa saya rekomendasikan kepada anda semua, dimana ke sepuluh list Canon di atas menjadi clip Canon terbaik yang perlu anda dengarkan saat ini. Dari berbagai macam versi Canon in D karya Johann Pachelbel yang sudah anda saksikan, anda mungkin sudah mulai menyadari bahwa rasanya ada sebuah nada di dalam Canon yang tampaknya tidak begitu asing di telinga anda. Anda mungkin pernah mendengar nada ini sebelumnya, namun tidak dalam sebuah Canon, namun dalam sebuah lagu milik artis – artis di zaman sekarang. Ini adalah pengalaman yang juga pernah saya alami ketika masa – masa awal mulai mengenal musik Canon.

Canon adalah sebuah karya yang begitu unik. Potongan – potongan dalam irama Canon ternyata bisa dibuat atau di aransemen ulang menjadi sebuah lagu yang baru atau bisa juga menjadi kerangka pelengkap dari sebuah lagu baru. Ada beberapa musisi dunia yang memiliki ide untuk mencoba menerapkan konsep ini di dalam lagu – lagu ciptaan milik mereka. Buat saya sendiri, ada beberapa nada di Canon in D yang mengingatkan saya pada sebuah lagu yang ternyata sudah sering saya dengarkan sebelumnya. Entah karena sama atau memang mirip, rasanya nada – nada ini memang pernah dibawakan dan dinyanyikan oleh musisi – musisi lain di dalam lagu – lagu mereka.

Dari semua lagu yang sudah pernah saya dengar, berikut ini adalah tiga buah lagu yang saya anggap memiliki kemiripan dengan Canon in D Major milik Johann Pachelbel. Karena ini adalah pengalaman saya pribadi, maka penilaian ini adalah murni subjektifitas dari saya. Pengalaman yang berbeda mungkin saja anda alami pada lagu – lagu terkenal lainnya.

————————————————————-

1. Vitamin C – Graduation Song

Lagu ini sebetulnya adalah lagu kelulusan yang sering dimainkan dalam acara – acara perpisahaan sekolah atau kampus. Bahkan lagu ini juga pernah di putar sewaktu acara kelulusan saya dulu hehe.. Saya berkenalan dengan lagu ini sekitar awal tahun 2007. Lagu ini menurut saya adalah salah satu lagu Amerika terbaik yang pernah saya denger. Bukan hanya karena melodinya, tapi juga karena kata – kata yang dinyanyikan di dalam lagu ini.

Buat saya pribadi, kata – kata dalam lagu ini penuh makna, penuh cerita. Jika saat ini anda masih sekolah atau kuliah, dengarkanlah lagu ini. Jika anda mengerti dan paham artinya, anda akan merasa sangat bersyukur bahwa anda masih berada di posisi itu. Nikmati saja semuanya. Biarkan masa – masa itu menjadi masa yang paling berkesan dan tidak akan pernah anda lupakan seumur hidup. Perbanyaklah teman dan jalin persahabatan dengan mereka. Ikuti semua kegiatan ektrakulikuler yang paling anda sukai. Belajarlah bukan hanya untuk menjadi bintang di kelas, tapi karena anda ‘butuh pengetahuan’. Cari dan rasakan cinta yang datang jika anda sempat menemukannya. Nikmatilah semua suka dan duka kehidupan anda di sekolah dan kampus. Nikmati sajalah. Karena jika kalian telah melawati itu semua dan lulus, kalian akan merasakan betapa berharganya masa – masa seperti itu, saat ini. Karena sampai kapanpun masa – masa itu tidak akan pernah mungkin anda rasakan kembali. Sampai kapanpun.

Oke, kita kembali ke pembahasan. Seperti yang sudah saya katakan di awal, yaitu masalah melodi. Saya tidak ingat sudah berapa kali saya mendengarkan lagu ini. Namun ketika saya sudah menemukan Canon, rasanya lagu ini lebih ‘familiar’ dari yang pernah saya tahu. Bahkan ketika awal – awal saya mendengarkan Canon dan mencoba untuk memainkan lagu ini ‘di dalam hati’, nadanya selalu bentrok atau malah berbelok ke nada awal musik Graduation ini. Saya juga tidak tahu kenapa. Cukup unik menurut saya.

Hal ini mungkin terjadi karena melodi atau nada di lagu ini untuk bagian intro dan outronya bisa dikatakan ‘sama’ dengan Canon in D. Jika kalian sudah sering atau baru mendengarkan lagu ini, coba perhatikan intronya berulang – ulang, maka kalian akan menemukan sedikit ‘sentuhan’ Pachelbel di sana. Saya sempat berpikir dan bertanya sendiri di dalam hati, apakah Vitamin C sengaja ‘mengambil’ potongan nada awal dari Canon atau sekadar ‘terinspirasi’ oleh musik Canon itu sendiri?. Yah, inilah dunia musik. Akan selalu ada cerita dibalik sebuah karya musik. Namun walaupun begitu, Graduation tetap salah satu lagu yang menarik dan penuh kesan untuk setiap orang. Saya rasa lagu ini pantas dijadikan soundtrack untuk akhir kelulusan jenjang pendidikan anda nantinya.

2. Hyde – Evergreen 

Awal saya berkenalan dengan lagu ini dimulai sekitar tahun 2005. Pada waktu itu ada sebuah stasiun radio di Jakarta yang secara khusus memutar lagu – lagu dengan genre musik Jepang. Karena saya juga suka musik Jepang, maka radio ini langsung menjadi salah satu radio favorit saya waktu itu. Lagu Evergreen ini dinyanyikan oleh Hyde, seorang artis yang sangat terkenal di Jepang. Saya tahu betul bahwa Hyde adalah vocalis dari grup band L’Arc~en~Ciel yang sudah sangat terkenal itu. L’Arc~en~Ciel sendiri adalah band Jepang beraliran j-rock yang juga sangat terkenal di Indonesia. Saya juga penggemar musik L’Arc~en~Ciel. Karena dulu masih zamannya kaset, hampir semua albumnya saya punya, terutama untuk album kompilasi dan Best of the Best-nya. Namun untuk lagu Hyde yang satu ini saya baru pertama kali mendengarkannya. Mungkin karena pada saat itu lagu ini masuk ke dalam project solo album Hyde sendiri, sehingga saya betul – betul tidak tahu sama sekali jika Hyde sampai mengeluarkan single Evergreen ini. Pada saat itu, lagu ini terdengar bagus sekali di kuping saya. Sangat lembut, halus dan melankolis. Berbeda dari lagu – lagu jepang lain yang sering saya dengar. Cerdas sekali Hyde bisa membuat lagu seperti ini. Namun sayangnya, hanya satu kali saya punya kesempatan untuk mendengarkan lagu ini. Ya, hanya waktu di radio itu saja. Dengan hanya berbekal sedikit lirik di lagu itu yang berhasil saya hafal, maka perlu waktu dua tahun bagi saya untuk mencari dan menemukan lagu ini di belantara hutan internet, hingga pada akhirnya dipertengahan tahun 2007 lagu ini berhasil juga saya dapatkan. Konsep di video clip ini menurut saya sangat bagus. Betul – betul sangat simpel, unik dan tanpa banyak gerakan. For me, Hyde looks like an angel in here, hehe..

Evergreen sebenarnya adalah sebuah lagu yang dibawakan dalam bahasa Jepang, namun dibuat dengan berbagai macam versi. Ada tiga versi dari lagu Evergreen yang saya tahu. Versi pertama adalah Evergreen dengan bahasa Jepang, versi kedua adalah Evergreen dengan bahasa Inggris. Musik di kedua versi ini sebetulnya sama, namun dibawakan dalam bahasa yang berbeda. Sedangkan versi yang ketiga adalah Evergreen yang berbahasa inggris namun disertai dengan instrumen piano. Dan di versi piano inilah anda bisa menemukan sesuatu yang berhubungan dengan Canon Pachelbel.

Intronya yang di awali dengan gesekan violin mengingatkan saya dengan awal musik dari Canon Pachelbel. Suara violinnya memang singkat, namun jika anda sudah mendengarkannya juga, maka anda pasti akan sepakat dengan pendapat saya. Saya tidak bisa bilang bahwa ini adalah sama, saya hanya bisa bilang bahwa ini adalah mirip. Saya sama sekali tidak meragukan kualitas bermusik dari Hyde yang sudah sangat hebat itu, namun bagi saya, entah kenapa nada awal di lagu ini hampir mirip dengan nada Canon. Bahkan sensasi yang saya rasakan hampir sama dengan kasus lagu Graduation-nya Vitamin C. Ketika awal saya baru mengenal musik Canon dan ingin ‘memutarnya’ di dalam hati, pasti secara tidak sengaja nadanya akan ‘bermain – main’ ke arah nada Evergreen ini. Agak aneh memang, namun inilah yang saya rasakan pada saat itu.

Meskipun begitu Evergreen tetaplah sebuah lagu yang bagus. Anda perlu mendengarkan lagu ini jika anda ingin mengenal musik Jepang lebih jauh.

3. Arianne Schreiber –  Komm, Süsser Tod

Lagu ini dinyanyikan oleh seorang gadis keturunan Belanda bernama Arianne Schreiber untuk soundtrack film The End of Evangelion. Judul lagu ini sendiri adalah Komm, Susser Tod, sebuah judul berbahasa Jerman yang jika diartikan ke dalam bahasa inggris berarti ‘Come, Sweet Death’. Ada satu hal yang menarik di dalam lagu ini. Ini adalah lagu dengan judul berbahasa Jerman, yang dinyanyikan oleh remaja Belanda, dengan lirik bahasa Inggris dan settingan cerita di negara Jepang. Sebuah kombinasi yang unik.

Jika kita berbicara tentang lirik, saya suka lirik di dalam lagu ini. Liriknya sangat dalam, jujur dan agak suram. Benar – benar menggambarkan bagaimana kepribadian sang tokoh utama yang gelap, sendirian dan selalu putus asa. Sebuah anime yang kelam dengan lagu yang tidak kalah kelam.

Anime Evangelion sendiri sebenarnya berkisah tentang dunia yang mengalami kiamat karena datangnya para Angel yang ingin menghancurkan dunia. Jangan dikira para Angel di sini adalah malaikat tampan berhati mulia, tapi justru malah kebalikan dari itu semua. Angel yang diceritakan di sini adalah monster – monster menakutkan bertubuh sebesar gedung pencakar langit dan memiliki kekuatan tertentu yang mampu memporak – porandakan seisi kota. Singkat cerita, sang tokoh utama yang bernama Shinji Ikari memutuskan untuk pergi ke kota Tokyo karena ingin mencari ayahnya yang tinggal di sana. Tetapi sesampainya Shinji di kota, justru ia malah dimanfaatkan oleh ayahnya sendiri untuk menjadi pilot dari senjata biologis yang bernama Eva. Eva di sini adalah ‘manusia’ yang diciptakan dari sel Angel pertama yang bernama Adam. Jadi boleh dibilang bahwa Eva adalah manusia yang diciptakan oleh manusia. Shinji yang kala itu tidak tahu apa – apa ‘terpaksa’ menuruti kemauan ayahnya untuk menjadi pilot dari Eva, guna melindungi teman – temannya dan semua penduduk kota. Masa lalu yang kelam, tekanan batin karena di tipu oleh ayahnya sendiri dan besarnya tanggung jawab yang harus ia pikul menyebabkan Shinji berubah menjadi remaja penyendiri dan enggan bergaul dengan orang lain. Cerita Evangelion sendiri dibumbui dengan beragam tema, selain perang dengan para Angel,  demonstrasi kecanggihan senjata militer dan konflik antar para tokoh, cerita tentang gangguan psikologis yang di alami oleh Shinji juga menjadi bagian dari keseluruhan jalan cerita dalam Neon Genesis of Evangelion ini. Evangelion sebenarnya adalah anime yang masuk ke dalam anime kontroversial pada waktu itu, karena cerita kemunculan para Angel di sini bisa dikaitkan dengan kisah pada naskah kitab suci Bible.

Satu hal yang menarik di sini adalah pada saat Hollywood gemar ‘menghancurkan’ dunia dengan jatuhnya asteroid, gelombang tsunami, gunung meletus, angin tornado, gempa bumi dan sederet bencana alam super lainnya, Jepang justru mempunyai caranya sendiri untuk ‘menghancurkan’ dunia tempat tinggal kita para manusia, salah satunya adalah dengan menurunkan para Angel ini.

Masih hangat dalam ingatan saya, anime ini pernah ditayangkan di Indonesia sekitar pertengahan tahun 2003 oleh stasiun Trans TV. Tapi sayangnya, saat itu pihak Trans TV hanya menyiarkan anime ini sebanyak 3 episode saja. Namun ada satu hal yang perlu anda ketahui bahwa anime ini ditayangkan di tv pada jam 12 malam. Penayangan yang sangat malam sekali hanya untuk sebuah anime. Karena pada saat itu saya masih sekolah, maka saya hanya sanggup menontonnya sebanyak dua episode saja, karena esok paginya saya sudah harus bersiap – siap untuk berangkat ke sekolah. Jadi hampir tidak mungkin bagi saya untuk menontonnya secara rutin tiap malam. Dan sekali lagi, sayangnya anime ini memang tidak memiliki umur yang panjang di Indonesia.

Tapi menurut saya, mungkin inilah satu – satunya anime yang ditayangkan paling malam di Indonesia. Pastinya ada pertimbangan – pertimbangan tertentu yang memungkinkan sebuah tayangan, yang di Indonesia masih dikategorikan sebagai tayangan untuk anak – anak, bisa diputar selarut itu. Pertimbangan yang saya maksud di sini tidak lain karena masalah alur cerita yang sangat rumit dan kompleks untuk di cerna secara mentah. Di Jepang sendiri anime ini masuk ke dalam tontonan untuk orang dewasa. Jadi memang sangat tidak cocok jika anime ‘seberat’ ini bisa di lihat oleh anak – anak. Saya menduga, saat itu pihak Trans TV salah kira bahwa semua anime / kartun adalah tayangan yang diperuntukan untuk anak kecil. Setelah mereka melakukan riset dengan lebih teliti dan mendalam, barulah diketahui bahwa anime ini memang bukan tayangan yang pantas untuk dikonsumsi oleh anak – anak. Oleh karena itulah mereka memiliki inisiatif untuk menayangkan anime ini pada jam – jam di mana semua anak – anak sudah terlebih dahulu istirahat, yaitu pada jam 12 malam.

Wah agak panjang ya penjelasannya? Oke – oke, kita kembali ke dalam pembahasan tentang musik. Dalam lagu Komm, Süsser Tod ini juga anda bisa melihat nuansa Canon yang dimainkan pada awal – awal lagu. Jika anda perhatikan lebih seksama, bagian intro di lagu ini pun memliki nada yang kira – kira hampir sama dengan nada Canon. Tidak persis sama, namun masih seirama dengan Canon. Nada di piano ini hentakannya bisa dibilang beriringan dengan nada di violin Canon. Sekali lagi, memang tidak betul – betul mirip, namun hampir mendekati alur irama Canon. Saya sulit untuk menjelaskannya ke dalam tulisan, namun menurut pemikiran saya, si pencipta lagu ini tampaknya agak terinspirasi oleh Pachelbel Canon. Kenapa saya sampai berani berkata seperti itu? karena di dalam anime ini anda akan menemukan banyak sekali karya – karya musik klasik yang boleh jadi secara ‘tidak sengaja’ menginspirasi sang pencipta dari lagu Komm, Süsser Tod tersebut.

Evangelion memang anime yang unik, karena banyak sekali menyertakan karya – karya besar dari para musisi klasik dunia dalam menopang jalan ceritanya. Para musisi besar yang disertakan dalam Evangelion sebut saja ada Bach dengan Cello Suite No. 1 Prelude, Beethoven dengan Symphony No. 9 (Fourth Movement), Handel dengan Halleluja dan tentu saja Pachelbel dengan karya besarnya, Canon In D Major. Untuk lebih jelasnya silahkan buka link ini. Di situs ini dijelaskan semua karya – karya yang dipakai dalam anime Evangelion series.

Nah, berikut ini adalah salah satu potongan dalam anime Evangelion, dimana Shinji, Rei, Asuka dan Kaworu bersama – sama memainkan Pachelbel Canon di salah satu ruang musik kelas mereka. Sambil menunggu teman – temannya datang, Shinji mencoba memainkan Prelude karya Bach secara solo cello sendirian. Tidak berapa lama kemudian teman – teman Shinji pun datang. Asuka datang pertama kali, kemudian disusul oleh Rei dan terakhir Kaworu yang datang terlambat. Instrumen yang digunakan di sini adalah dua buah violin yang dibawa oleh Asuka dan Kaworu,  satu viola yang dibawa oleh Rei dan sisanya adalah sebuah cello milik Shinji. Setelah semua temannya berkumpul dan siap dengan alat musiknya masing – masing, Shinji pun memimpin mereka untuk memainkan Pachelbel Canon. Namun ironisnya, di akhir cerita ternyata hanya Shinji seorang yang berada di ruangan musik itu dan memang hanya dia sendirian yang memainkan Canon di ruangan itu. Anda baru akan menyadarinya jika anda melihat clip ini dari awal sampai akhir. Namun itu pun jika anda berani melihat clip ini sendirian. Saran saya, jangan menonton video ini sendirian, apalagi menontonnya pada malam hari, karena akan ada sedikit kejutan di akhir clip Canon ini. Oleh karena itu perlu saya sampaikan di sini bahwa bagi anda yang mempunyai riwayat penyakit jantung atau stroke, dilarang keras menonton video ini sampai habis hehe..

Pachelbel Canon juga pernah dibawakan dalam beberapa pertunjukan musik orchestra pada masa itu. The Symphony of Evangelion adalah salah satu pertunjukan musik orchestra yang pernah membawakan Pachelbel Canon and Gigue in D Major versi Evangelion. Pertunjukan orchestra ini diselenggarakan di Bunkamura Orchard Hall Jepang pada tahun 1997, tahun yang sama di mana film Neon Genesisi Evangelion : Death and Rebirth diluncurkan untuk pertama kalinya di Jepang. Canon Evangelion di dlam orchestra ini dibawakan secara string quintet dengan tiga violin, satu viola dan sebuah cello. Semua pemain violin, viola dan cello di dalam orchestra ini memainkan versi Pachelbel Canon yang sama persis dengan clip anime Canon yang ada di atas, namun dengan sedikit ‘modifikasi irama’ di akhir musik. Sebuah modifikasi yang menurut saya di aransemen dengan agak kelam. Sekali lagi, jangan katakan ini adalah versi Evangelion jika di akhir musik Canon anda tidak akan diberikan kejutan ‘spesial’.

Jika anda ingin melihat pachelbel Canon versi Evangelion yang dimainkan lengkap dari awal hingga akhir, anda bisa melihatnya di clip Neon Genesis Evangelion : Death and Rebirth ini. Ini adalah bagian musik ending untuk film Evangelion pertama setelah anime seriesnya telah selesai tayang di stasiun tv Jepang sana. Di clip musik ending ini anda juga bisa melihat sesosok Angel yang mati dengan kepala terpotong di sebuah danau. Agak menyeramkan memang, apalagi ditambah dengan nuansa senja kemerahan di sore hari, membuat kesan thriller di anime ini tersembunyi dengan sangat baik. Jalan cerita di anime ini memang menampilkan kekerasan yang tidak main – main, sehingga saya tidak ragu untuk menempatkan Canon versi Evangelion ini ke dalam Canon bertema gothic dan agak kelam jika dibandingkan dengan Canon versi yang lain, karena memang dilihat dari segi manapun, tingkat violence  dan gore di anime ini cukup tinggi. Tidak mengherankan jika anime ini masuk ke dalam anime yang secara khusus ditujukan untuk orang dewasa. Saya setuju bahwa tingkat kekerasan dan beratnya alur cerita di anime ini memang tidak pantas untuk dilihat oleh anak kecil.

Namun secara keseluruhan, saya suka dengan Canon versi Evangelion ini. Baik violin, cello maupun theorbonya dibawakan dengan begitu harmonis, sehingga enak untuk didengar. Lebih dari itu, adanya Canon di anime ini dapat menjadi pertanda bahwa Canon pun bisa juga dibawakan dalam nuansa yang gelap.

————————————————————-

Sekian sedikit review dari saya mengenai lagu – lagu mana saja yang saya anggap mirip, hampir mendekati atau bahkan sama dengan karya Canon in D-nya Pachelbel. Latar belakang dalam review ini saya buat cukup panjang untuk masing – masing cerita dalam tiap – tiap lagu untuk membuktikan bahwa lagu – lagu tersebut memang pernah dan sudah saya dengar berkali – kali sebelumnya. Jadi sama sekali tidak ada unsur untuk ‘memaksa’ lagu ini harus terdengar sama dengan Canon, sehingga nanti bisa dibuatkan reviewnya, tidak. Sama sekali tidak. Semuanya mengalir begitu saja. Semua lagu di atas sudah puluhan kali saya dengar. Dan ketika saya berkenalan dengan musik Canon, lalu mendengarkannya secara terus – menerus, rasanya memang ada suatu nada di Canon yang sebelum ini sudah pernah saya dengar di lagu – lagu tersebut.

Pada saat itu, saya tidak tahu persis lagu apa saja yang rasanya mirip dengan Canon, karena koleksi lagu di komputer saya hampir menyentuh angka 2000 lebih. Hampir tidak mungkin jika saya harus mendengarkannya kembali satu persatu. Namun setelah begitu lama mencoba untuk mencari dan mencocokkan, tiga buah lagu diataslah yang selama ini saya anggap punya ‘hubungan’ dengan Canon. Musik dari ketiga lagu tersebut memang pastinya berbeda – beda, namun kesan yang saya dapat rasanya sama dengan nuansa Canon in D. Berbeda, namun hampir identik dengan Canon.

Tadinya saya pikir hanya saya sendiri yang ‘sadar’ bahwa karya – karya di atas memang terasa mirip dengan karya Pachelbel Canon, namun setelah saya telusuri dan perhatikan di internet, ternyata banyak juga yang mengalami hal yang sama dengan apa yang saya rasakan. Sebagai contoh, di situs Wikipedia yang menjelaskan tentang lagu Vitamin C – Graduation ini, ternyata di sana memang disebutkan bahwa lagu Graduation ini betul – betul terinspirasi oleh karya Pachelbel Canon in D. Di situs ini dijelaskan bahwa ‘The song is heavily based on Pachelbel’s Canon in D, transposed to the key of C major’,  atau jika diterjemahkan secara bebas ke dalam bahasa Indonesia artinya kira – kira ‘lagu ini benar – benar didasarkan pada Pachelbel Canon in D, namun dimainkan dengan menggunakan kunci C major’. Sebuah kebetulan yang sangat menarik, karena saya sudah ‘sadar’ dengan adanya kemiripan ini justru sebelum saya membuka situs di Wikipedia.

Ada juga sebuah situs di internet yang secara khusus memang dipersembahkan kepada Johann Pachelbel untuk karya besarnya Canon In D Major. Di situs ini anda bisa melihat lagu – lagu mana saja yang dianggap memiliki banyak kesamaan dengan karya Canon Pachelbel. Jujur saja, saya cukup kaget dengan begitu banyaknya lagu – lagu yang terinspirasi oleh Canon in D di situs ini.

Oleh si pemilik situs, lagu – lagu yang memiliki kesamaan dengan Canon dituliskan dengan kalimat ‘Song based on or inspired by the Canon’. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana caranya sang pemilik situs bisa memasukkan sebuah lagu ke dalam kategori ‘terinspirasi’ dan ‘didasari’ oleh Canon Pachelbel. Berapa lama waktu yang harus dihabiskan hanya untuk mengelompokkan sebuah lagu ke dalam kategori – kategori tersebut?, hanya dia dan Tuhan yang bisa menjawabnya. Hal yang juga cukup mengejutkan di sini adalah ternyata bukan hanya lagu saja yang masuk ke dalam kategori terinspirasi, tapi juga ada film, serial tv, iklan, bahkan game!

Anda bisa mencoba mengklik satu per satu link lagu di situs tersebut untuk membuktikan sendiri apakah memang benar semua lagu itu berhubungan dengan Canon atau tidak. Saya sudah membuka dan mendengarkannya sendiri semua referensi lagu – lagu tersebut. Silahkan rasakan sensasi seperti yang saya rasakan ketika anda mengetahui bahwa semua lagu – lagu tersebut memang memiliki akar yang sama dengan irama Canon Pachelbel.

Hal ini sebetulnya menarik karena dari sini kita bisa melihat bagaimana sebuah karya yang sudah sangat tua, sederhana, tanpa vocal dan dihasilkan dengan instumen musik yang terbatas pada waktu itu, ternyata dapat membawa pengaruh yang begitu besar pada banyak musisi dunia. Ini adalah kumpulan karya para musisi yang didasari sikap respek dan kagum oleh ‘kejujuran’ yang dibawakan oleh musik Canon, sehingga mereka tidak segan untuk mengaransemennya kembali dari awal. Tentunya diaransemen dengan konsep yang sesuai dengan masing – masing genre musik yang telah mereka kuasai. Buat saya pribadi, dengan adanya situs seperti ini sudah cukup untuk membuktikan bahwa Canon sudah sangat diterima oleh banyak musisi dari berbagai macam aliran dan generasi. Mungkin Inilah bentuk penghormatan dari para musisi dunia kepada sang maestro pelopor musik klasik, Johann Pachelbel. Salut.

————————————————————-

Nah, dari sedemikian panjangnya review saya tentang Canon in D Major, muncul sebuah pertanyaan besar baik dari saya maupun dari anda pribadi, apakah musik klasik hanya terbatas pada diri Johann Pachelbel seorang? tentu saja tidak. Dunia musik klasik sangat luas dan beragam. Banyak sekali komposer – komposer besar dalam dunia musik klasik yang oleh sebagian besar orang dianggap hampir setara, sama dengan atau bahkan melebihi kualitas bermusik dari Johann Pachelbel sendiri. Banyak juga di antara tokoh – tokoh besar tersebut yang muncul bersamaan dengan zaman di mana Pachelbel masih hidup atau bahkan setelah Pachelbel meninggal dunia,

Bagi saya pribadi, perkembangan sejarah musik klasik Eropa hanya ada di tiga peralihan zaman, yaitu zaman Barok, zaman Classical dan zaman Romantic. Johann Pachelbel sendiri hidup di era musik klasik Barok yang melanda kawasan Eropa pada saat itu, yaitu sekitar tahun 1600 sampai 1760. Pada zaman itu, ada beberapa nama besar yang sama terkenalnya dengan Johann Pachelbel. Tiga nama diantaranya sebut saja ada Vivaldi, Bach dan Handel. Karya – karya musik yang dihasilkan oleh keempat tokoh penting ini biasanya menjadi ciri khas musikalitas zaman Barok yang penuh dengan sentuhan permainan emosi dalam setiap irama yang dikeluarkan.

Jika kita memasuki periode musik Classical sendiri yang berlangsung sekitar tahun 1730 sampai 1820, maka nama – nama seperti Mozart, Beethoven, Haydn dan Boccherini pastinya sudah tidak asing lagi di telinga anda. Pada zaman ini perkembangan musik klasik sudah mencapai zaman keemasannya. Penulisan notasi – notasi nada dengan irama yang lebih bervariasi sudah mulai biasa digunakan oleh tokoh – tokoh besar di zaman tersebut. Penggunaan tempo dari lambat ke cepat dan dari lembut hingga keras juga sudah mulai umum digunakan dalam gubahan – gubahan karya milik mereka.

Kejayaan musik klasik semakin bersinar ketika memasuki era Romantic pada tahun 1815 sampai 1910, dimana tokoh – tokoh seperti Schubert, Dvorak, Grieg, Wagner, Mahler, Liszt, Chopin, Strauss I dan Mendelssohn semakin membuat musik klasik benar – benar menemukan bentuk dan kepribadiannya. Karena instrumen musik yang digunakan sudah lebih lengkap dan lebih modern, banyak di antara tokoh – tokoh tersebut menciptakan karya musik dengan nuansa yang lebih elegan daripada sebelumnya.

Untuk lebih memperjelas pembahasan yang telah saya uraikan di atas. berikut ini adalah link yang berisi daftar tokoh – tokoh terpenting dalam perkembangan musik klasik di seluruh dunia, di mulai dari zaman Barok, beralih ke zaman Classical sampai masuk ke era Romantic.

1. Daftar komposer di zaman Barok ( Link )

2. Daftar komposer di zaman Classical ( Link )

3. Daftar komposer di zaman Romantic ( Link )

Pachelbel adalah salah satu tokoh musik klasik zaman Barok yang paling tua, namun masih ada musisi klasik yang lebih senior dibandingkan dengan Pachelbel sendiri, seperti komposer asal Prancis Marc Antoine Charpentier yang hidup terlebih dahulu dibandingkan dengan Johann Pachelbel. Hal ini bisa sedikit membuktikan bahwa masih banyak sekali komposer – komposer hebat yang sezaman dengan Johann Pachelbel di era musik Barok yang sudah terlebih dahulu menjadi legenda dalam khasanah musik klasik dunia. Saya sendiri mempunyai beberapa musik klasik yang saya jadikan favorit di samping karya Canon in D Major ini. Saya jadikan favorit karena ada beberapa di antara musik klasik tersebut yang juga memiliki ‘latar belakang’ yang bisa saya ceritakan kepada anda, karena saya yakin anda pun mungkin juga memiliki cara pandang dan pengalaman yang sama dengan yang saya rasakan tentang musik ini. Di bawah ini adalah sedikit cerita dari para tokoh – tokoh musik klasik yang menjadi favorit saya beserta karya – karya besarnya yang sudah sangat melegenda tersebut.

————————————————————-

Screen shot 2010-08-22 at 5.44.56 PM[Sunday,August 22]

Buat saya pribadi karya Ave Maria yang diciptakan oleh Schubert saya anggap sebagai karya klasik terbaik setelah Canon in D Major milik Pachelbel. Hanya dua kata yang bisa saya sampaikan tentang Ave Maria, indah sekali. Ave Maria yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti ‘salam untuk Maria’ adalah sebuah doa tradisional umat Katolik untuk sang Maria ibunda dari Yesus Kristus. Doa ini biasanya dipakai oleh kalangan gereja Katolik Roma sebagai doa perantara untuk meminta permohonan dari umat Katolik kepada Tuhan Yesus. Ave Maria sering dinyanyikan ke dalam dua bahasa, yaitu bahasa Latin dan bahasa Jerman. Di bawah ini adalah salah satu karya Ave Maria milik Schubert yang dinyanyikan dalam bahasa Latin dengan sangat baik oleh Mirusia Louwerse dengan konduktor Andre Rieu. Silahkan anda rasakan sendiri keindahan dan kelembutannya iramanya.

Ada juga Bach dengan karya besarnya Air on the G String. Salah satu karya klasik paling menyenangkan untuk di dengar.  Di bawah ini terdapat sebuah clip yang dibawakan oleh Voice of Music ketika mereka memainkan Air on the G String karya Bach. Voice of Music ini sebelumnya sudah saya tempatkan di posisi Nomor 2 dalam daftar 30 Canon terbaik Johann Pachelbel. Di clip ini Voice of Music juga membawakan Air dengan instrumen yang sama persis dengan yang dimainkan oleh Johann Sebastian Bach pada masa lalu. Clip Air ini juga menggunakan ilustrasi ruang angkasa yang bagus sekali untuk anda saksikan, karena sangat menggambarkan kesan yang dalam dan tenang pada karya Bach ini. Pernahkah anda membayangkan jika hembusan aliran udara bisa di ubah menjadi sebuah lagu? karya Bach dari Voice of Music ini mungkin bisa menjadi jawabannya. Bagi saya Air adalah rival langsung untuk Ave Maria milik Schubert yang sangat fenomenal itu. Oleh karena itulah awalnya saya agak sulit untuk memposisikan karya Bach ini, apakah berada di atas atau dibawahnya Ave Maria, karena dua karya inilah yang sering saya dengarkan secara berganti – gantian. Jika saya sedang mendengarkan Ave Maria, maka selanjutnya saya, tidak tahu kenapa, juga harus mendengarkan Airnya Bach. Sensasi yang cukup unik menurut saya.

Anda menyukai diving atau snorkling di dalam air? maka anda pasti akan sangat mengenal karya yang dibawakan oleh Saint-Saens dalam irama Aquarium ciptaannya. Sebuah irama yang mengajak kita semua untuk berpetualang langsung di bawah air yang sangat jernih. Aquarium termasuk ke dalam komposisi klasik The Carnival of the Animal milik Saint-Saens yang banyak menampilkan karya klasik bertemakan tentang hewan. Saint-Saens adalah salah satu dari sedikit komposer hebat pada masa lalu yang mampu menghidupkan nuansa alam ke dalam syair – syair musiknya. Saya sangat menghargai musisi yang mampu menghasilkan karya melalui cara cerdas seperti ini. Sebuah karya musik adalah kumpulan – kumpulan emosi. Bisa melukiskannya menjadi bait – bait nada bukanlah pekerjaan yang mudah. Namun Saint-Saens mampu melakukannya dengan sangat baik.

Siapa yang tidak kenal dengan Eine Kleine Nachtmusik karya klasik dari Mozart yang sudah ratusan kali dipergunakan untuk backsound iklan – iklan di televisi? bahkan sekarang ini di televisi Indonesia karya Mozart di pakai sebagai backsound musik oleh salah satu merk minuman bersoda yang sangat terkenal itu kan? hehe… Eine Kleine Nachtmusik ini adalah karya kedua yang saya dengarkan setelah Canon in D milik Pachelbel. Irama yang dihasilkannya begitu khas hingga tidak mungkin orang akan lupa siapa yang menciptakan karya ini. Nama besar Mozart memang banyak menghasilkan karya – karya klasik yang mengagumkan, namun pilihan terbaik saya jatuh pada karyanya yang satu ini. Banyak orang di luar sana yang menilai bahwa Eine Kleine Nachtmusik karya Mozart ini secara psikologis mampu memberikan efek semangat, rasa sukacita dan penuh harapan. Bagaimana dengan efeknya secara kognitif? silahkan anda menilainya sendiri dari video clip di bawah ini.

Saya sangat suka museum. Nah jika anda juga suka sekali berkunjung ke museum – museum sejarah dimanapun di seluruh dunia, maka anda pasti akan sangat mengenal irama Spring karya komposer besar asal italia, Vivaldi. Sebuah karya yang betul – betul menggambarkan kemegahan relief – relief klasik bangunan Eropa pada abad pertengahan. Mendengarkan karya Spring ini seolah – olah seperti mengajak kita semua untuk mundur kembali ke zaman para bangsawan Eropa yang tinggal di kastil – kastil mewah nan megah. Salah satu harapan saya justru ingin mendengarkan karya milik Vivaldi ini di semua museum sejarah di seluruh Indonesia. Musik klasik ini menurut saya pantas sekali jika ditempatkan di sana. Namun sayangnya, pihak pengelola museum tampaknya kurang menyadari hal – hal kecil semacam ini. Padahal kehadiran musik – musik seperti ini mungkin saja bisa menjadi potensi untuk lebih meningkatkan daya tarik agar museum tampak lebih menyenangkan untuk dikunjungi. Saya dulu pernah melihat sebuah acara tentang sejarah perkembangan bangsa – bangsa Eropa yang ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta kita. Pada saat itu, tayangan di acara tersebut menyoroti barang – barang sejarah berupa peninggalan – peninggalan kuno yang tersimpan rapi di salah satu museum terkenal Eropa. Ketika pintu museum itu terbuka, musik Spring inilah yang mengiringinya. Sangat bagus sekali. Seperti clip Spring milik Vivaldi dibawah ini yang dipertunjukkan secara langsung dari Prague National Museum, sebuah museum ilmu pengetahuan dan sejarah nasional di Republik Ceko. Andai hal ini terjadi juga di indonesia.

Apakah anda tertarik dengan ballet? jika jawabannya tidak, maka mungkin nama Tchaikovsky agak asing di telinga anda, namun jika pertanyaan ini anda tanyakan kepada para ballerina, nama itu pasti sudah sangat terkenal di kalangan mereka, karena Waltz Of The Flowers karya Tchaikovsky memang sangat sering ditampilkan pada berbagai pertunjukan tari ballet di seluruh dunia. Karya Tchaikovsky ini juga bahkan dijadikan dasar sebagai pelengkap irama dalam salah satu lagu opening untuk anime Jepang bernama Princess Tutu. Di dalam anime tersebut terdapat sebuah lagu berjudul Morning Grace yang diaransemen ulang oleh Okazaki Ritsuko dengan membawa sentuhan dansa pada Waltz Of The Flowers yang kemudian digabungkan ke dalam lagu ciptaannya tersebut hingga pada akhinya terciptalah karya yang sangat cantik. Musik dengan konsep Waltz sendiri adalah musik yang secara khusus dibuat untuk ditampilkan pada berbagai macam prosesi pernikahan dan pesta dansa kala itu, maka tidak heran jika Waltz karya Tchaikovsky dan beberapa tokoh klasik lainnya menjadi sangat terkenal pada acara – acara seperti ini.

Bagi anda yang juga menyukai film – film Hollywood maka anda pasti tidak akan asing dengan theme song The Entertainer yang lahir dari tangan dingin Scott Joplin. Irama piano dari Joplin betul – betul sangat khas dalam mewakili film – film klasik ala studio besar Hollywood yang sudah sangat terkenal itu. Clip di bawah ini adalah salah satu contohnya. Clip ini adalah cuplikan untuk soundtrack film klasik Hollywood yang berjudul The Sting yang dirilis pada tahun 1973. Bercerita tentang seorang pemuda yang ingin menuntut balas atas kematian temannya yang tewas ditangan para penjahat bankir yang berkuasa pada masa itu. Setting cerita di film ini sendiri adalah pada tahun 1930 di kota Chicago Amerika Serikat. Sebuah film bertema klasik dengan latar belakang lagu yang tidak kalah klasik. Pas sekali.

Irama piano juga kadang bisa mengingatkan anda pada beberapa moment yang mungkin tidak akan pernah anda lupakan. Jika sesekali anda menghadiri acara pemakaman sanak saudara atau kerabat anda yang telah meninggal dunia dan kemudian anda mendengarkan nada dari piano yang sangat menyedihkan dan menyayat hati, maka bisa dipastikan nada piano tersebut adalah Funeral March yang dibuat oleh Chopin. Biasanya karya Chopin ini memang paling sering diperdengarkan pada acara – acara pemakaman atau penguburan seseorang yang telah tutup usia. Satu hal yang menarik di sini adalah jika anda telah mendengarkan Funeral March ini secara lengkap, terdapat sentuhan nada yang sangat halus dan lembut yang sengaja dipilih oleh Chopin agar suasana yang tercipta tidaklah selalu muram dan menyedihkan.

Namun ada satu hal yang pasti, jika anda tidak mengenal Fur Elise karya Beethoven, maka saya ragu anda sekarang tinggal di bumi, karena karya yang satu ini betul – betul amat sangat terkenal. Menurut saya, cukup tiga sampai lima detik untuk menguji pendengaran seseorang tentang karya klasik ini, maka orang yang anda uji pasti bisa mengenalnya dengan sangat baik. Jika anda masih ingat, irama piano Fur Elise ini biasanya di pakai sebagai nada tunggu jika anda sedang menelpon seseorang dari telepon rumah anda. Bahkan saking terkenalnya, ada sebuah anime di Jepang sana yang berjudul Ghost at School, di mana dalam salah satu episodenya bercerita tentang seorang hantu yang ketika ia muncul pasti selalu dimulai dengan terdengarnya piano dari Beethoven ini. Unik sekali hantu ini, suka musik klasik juga ya? hehe..

Anda pernah melihat film animasi Atlantis : The Lost Empire karya studio Walt Disney ? Saya sangat suka sekali dengan film ini. Film ini mengajarkan pada saya bahwa masih banyak misteri – misteri di dunia yang belum terpecahkan bahkan oleh akal jenius dari manusia sekalipun. Salah satu misteri itu adalah kisah tentang Atlantis ini. Di film ini kita diajak untuk masuk ke dalam sebuah perabadan yang diceritakan telah hilang di masa lalu. Dahulu kala, bangsa Atlantis sangat terkenal sebagai bangsa yang memiliki peradaban paling maju di dunia. Namun karena adanya bencana maha dahsyat yang terjadi, negara Atlantis hancur di hantam gelombang air dan hilang tanpa bekas hanya dalam waktu satu malam. Nah, di film ini kita akan mencoba untuk berkenalan dengan bangsa yang telah lama hilang itu. Sungguh menarik sekali. Selain jalan cerita dan suasana di Atlantis, saya juga sangat suka dengan theme song di film ini yang berjudul The Secret Swim, yang kembali mengingatkan saya pada sebuah karya klasik pada zaman Romantic. Dalam dunia musik klasik, ada satu karya yang saya rasa mampu mewakili keindahan dunia bawah laut di negeri Atlantis. Karya itu adalah Clair de Lune milik Debussy. Menurut saya, karya Debussy yang berjudul Clair de Lune ini sangat menggambarkan kemegahan dan keindahan istana bawah laut di negeri Atlantis yang tersohor itu. Clair de Lune di awali oleh nada – nada yang terkesan ringan dan sederhana, namun di tengah – tengah musik anda baru akan menyadari bahwa anda sudah terseret masuk ke dalam pusaran bawah air yang biru dan dalam. Komposisi musik yang bagus sekali. Jujur saja, nuansa bawah air yang ditampilkan dalam Clair de Lune di sini sangat indah, tidak kalah dari Aquarium miliki Saint-Saens yang sangat terkenal itu.

Satu hal yang paling saya suka dari musik klasik adalah bahwa musik ini tidak di iringi oleh vocal atau tidak menyertakan kata – kata. Kebanyakan musik klasik memang murni ditampilkan dengan tanpa adanya kata – kata. Tapi ada satu karya klasik yang memiliki kata – kata di dalamnya dan paling menjadi favorit saya. La Donna E Mobile karya komposer besar asal Italia Verdi ini adalah salah satunya. La Donna E Mobile ini dinyanyikan oleh seorang penyanyi seriosa yang sudah sangat terkenal bernama Luciano Pavarotti. Di sini Pavarotti menyanyikan La Donna E Mobile pada salah satu scene dalam film berjudul Rigoletto. Rigoletto adalah salah satu film klasik karya Jean-Pierre Ponnelle di tahun 1982. Rigoletto sendiri merupakan opera klasik yang ditulis oleh Verdi dan dipertunjukkan untuk pertama kalinya ke publik pada Theater La Fenice di Venice Italia pada tahun 1851. Satu hal yang paling menarik perhatian saya adalah kualitas suara Pavarotti yang sangat baik sekali di dalam video clip ini. Bagi seorang penyanyi kelas atas, bisa mengeluarkan suara dengan rentang oktaf yang tinggi adalah suatu keharusan. Banyak penyanyi terkenal di luar sana yang memiliki range suara antara 3 sampai 8 oktaf. Namun bagi seorang penyanyi seriosa, bagus tidaknya kualitas seseorang dalam bernyanyi tidaklah selalu bergantung pada tinggi rendahnya oktaf suara yang bisa dicapai. Bagi seorang penyanyi tenor seperti Pavarotti, mampu membawakan sebuah lagu dalam nada yang tinggi seperti falsetto adalah sebuah kebanggaan tersendiri. Dalam karya klasik La Donna E Mobile milik Verdi ini, Pavarotti mampu membawakannya dengan amat sangat baik. Di video clip ini kualitas suara Pavarotti betul – betul sangat mengagumkan. Beliau ini mampu membawakan La Donna E Mobile dari mulai nada chest voice (rendah-tengah) sampai ke nada head voice (tinggi) bahkah masuk ke wilayah falsetto. Falsetto sendiri adalah suara yang dihasilkan di dalam wilayah head voice. Anda bisa menyadari kualitas suara falsetto Pavarotti pada refrain ke dua bagian terakhir pada lirik “e di pensiero”. Pavarotti sendiri kabarnya hanya memiliki rentang suara 2 1/2 oktaf. Sangat kecil sekali. Namun untuk bisa mengeluarkan suara bernada falsetto seperti yang dilakukan oleh Pavarotti ini bukanlah hal yang mudah. Suara setinggi ini hanya bisa dijangkau oleh penyanyi – penyanyi tertentu yang memang memiliki susunan anatomi unik ditenggorokannya yang sudah menunjang untuk melakukan teknik tersebut. Dan Luciano Pavarotti ternyata mampu melakukan hal itu dengan sangat mudah. Luar biasa!

Canon adalah karya klasik yang banyak sekali dimainkan pada acara – acara pesta pernikahan. Namun Canon in D Major milik Pachelbel rupanya juga memiliki saingan berat. Bridal Chorus yang diciptakan oleh Wagner adalah salah satunya. Mungkin ini adalah satu – satunya musik klasik selain Canon in D yang paling banyak dipesan oleh para calon pengantin untuk diputar ketika mereka berdua ingin memasuki altar pernikahan. Fakta mengatakan bahwa 70 persen pasangan suami istri di Amerika Serikat memutuskan untuk menggunakan karya Wagner ini dalam pesta pernikahan yang akan mereka gelar nanti. Jika fakta itu hanya terjadi di Amerika, maka entah sudah berapa puluh juta orang di seluruh dunia yang sudah menggunakan karya ini dalam acara – acara pernikahan yang telah mereka selenggarakan. Richard Wagner sendiri adalah seorang komponis besar dari zaman Romantic yang sangat terkenal berkat karya – karya yang dihasilkan melalui pertunjukkan operanya. Bridal Chorus atau yang lebih dikenal dengan nama ‘Here Comes to Bride’ (Datangnya Sang Pengantin) awalnya adalah salah satu lagu yang menjadi bagian dari pertunjukan opera Wagner yang paling terkenal berjudul Lohengrin di tahun 1850. Berikut ini adalah link yang menunjukan lirik dari Bridal Chorus yang dimainkan pada pementasan opera Lohengrin oleh Wagner pada saat itu. Saya yakin dari lirik ini saja anda semua pasti bisa mengenal karya ini dengan sangat baik. Walaupun Pachelbel dan Wagner adalah musisi besar yang sama – sama berasal dari Jerman, namun tampaknya untuk urusan musik mereka harus bersaing satu sama lain untuk menjadikan lagu mereka sendiri sebagai lagu wajib bagi para calon pengantin di seluruh dunia.

Johann Pachelbel sendiri sebetulnya memiliki beberapa karya lain yang tidak kalah terkenal dan populer jika dibandingkan dengan Canon in D. Salah satu karya Pachelbel yang juga menjadi favorit saya selain Canon in D Major adalah Chaconne in F Minor. Chaconne atau Ciacona jika dituliskan dalam bahasa Italia, adalah karya Pachelbel yang dimainkan pada kunci F Minor dan dibawakan melalui instrumen organ klasik Hauptwerk. Ada beberapa versi dari Pachelbel Chaconne yang juga tersebar di situs video Youtube, namun karena ini adalah karya yang murni hanya untuk dimainkan pada organ hauptwerk, maka versi yang ada tidaklah sebanyak versi untuk Canon in D Major.

Organ hauptwerk sendiri adalah salah satu instrumen organ klasik yang masih menggunakan pipa – pipa suara dalam mengeluarkan suatu tingkatan nada tertentu. Memainkan dan menggunakan organ hauptwerk dalam sebuah lagu menurut saya cukup memiliki tingkat kesulitan tersendiri. Jika sebuah piano biasa hanya memiliki satu baris tuts piano yang memanjang dari kanan hingga kiri, maka pada organ hauptwerk terdapat empat buah baris tuts piano atau empat buah panel bertingkat dari bawah sampai atas mirip sebuah anak tangga mini. Pedal yang digunakannya pun berbeda jika dibandingkan dengan instrumen piano biasa. Jika pada piano standar atau piano besar hanya memiliki dua sampai tiga buah pedal yang terletak di sisi tengah bagian bawah dekat kaki sang pianis, maka pada organ hauptwerk ini terdapat pedal yang memanjang dari kanan sampai ke kiri dan memenuhi seluruh permukaan bawah piano hauptwerk. Bagian Ini mungkin tampak seperti sebuah tuts besar yang terletak di bawah piano dan dimainkan dengan cara di injak dengan dua buah kaki. Untuk dapat memainkan piano jenis ini tidak hanya tangan sang pianis yang harus bergerak, namun kaki pun juga harus lincah dalam menekan nada yang ingin dikeluarkan hingga bunyinya pun bisa saling susul menyusul membentuk sebuah irama. Saya pikir agak jarang ada pianis yang bisa memainkan piano dengan tingkat kesulitan setinggi ini.

Di bawah ini adalah salah satu clip Chaconne in F Minor yang dimainkan dengan instrumen organ hauptwerk. Nuansa yang dikeluarkan oleh piano hauptwerk dalam Chaconne ini sangat menggambarkan nuansa yang kelam dan muram. Betul – betul karya yang mampu merangkum kehidupan di zaman Eropa abad pertengahan dari sisi yang agak gelap. Saya suka dengan Chaconne versi ini. Chaconne ini mengingatkan saya pada Toccata and Fugue karya Bach yang sama – sama bernuansa kelam dan gelap. Zaman Eropa pada masa lalu memang tidak selalu bercerita tentang kemegahan dan kemewahan pesta – pesta kaum bangsawan di istana para raja, namun juga berkisah tentang kemiskinan dan kemunduran budaya Eropa di kala itu dan kesan ini bisa ditampilkan dengan sangat baik oleh Chaconne Pachelbel.

Clip di bawah ini adalah salah satu contoh bagaimana Chaconne in F Minor dimainkan dalam organ hauptwerk. Chaconne di sini dibawakan dalam kunci F Moll, suatu penyebutan dalam bahasa Jerman untuk F Minor. Anda bisa melihat bagaimana sang pianis harus benar – benar berkonsentrasi tidak hanya pada kedua tangannya, namun juga pada kedua kakinya.

Pachelbel Chaconne juga sering dimainkan dalam banyak pertunjukkan musik orchestra di seluruh dunia. Karena popularitas Chaconne karya Pachelbel hampir sama besarnya dengan Canon in D Major, maka banyak para penikmat musik klasik yang memilih Chaconne untuk dipertunjukkan pada sesi berikutnya apabila sebelumnya mereka melihat Canon telah selesai dimainkan. Di bawah ini adalah salah satu clip dimana Chaconne Pachelbel dimainkan dalam suatu pertunjukkan orchestra symphony.

Untuk Pachelbel Chaconne dalam variasi yang berbeda namun dibawakan dengan nuansa yang lebih elegan, anda bisa melihatnya pada clip di bawah ini. Chaconne yang dimainkan pada kunci C Major dengan irama dari dua buah violin yang saling sambung – menyambung ini memiliki nuansa yang lebih menyenangkan dibandingkan dengan tiga Chaconne yang sudah saya sebutkan di atas. Karena dimainkan dengan dua buah violin secara continuo, maka Chaconne versi ini memiliki suasana yang lebih cerah, hangat dan penuh harapan. Chaconne ini sangat pantas untuk mengiringi para nyonya – nyonya Eropa di pagi hari ketika sedang memetik hasil gandum dari ladang pertanian milik mereka.

————————————————————-

Selain Chaconne dan beberapa karya klasik seperti yang sudah saya terangkan di atas, sebetulnya masih banyak lagi karya – karya besar yang sama terkenalnya dengan Canon in D Major milik Pachelbel, Di bawah ini adalah daftar 100 karya musik klasik terbaik sepanjang masa yang perlu anda dengar dan saksikan sendiri, Semua daftar musik klasik ini di ambil dari berbagai karya terbaik yang berasal tokoh – tokoh terpenting dan berpengaruh terhadap perkembangan musik klasik sejak dari zaman barok sampai masuk ke era romantik. Beberapa karya klasik yang sudah saya sebutkan di atas juga saya masukan ke dalam daftar ini. Saya pikir anda tidak akan terlalu lama menebak nada – nada dalam tiap karya yang ada di bawah ini, karena ternyata karya – karya ini memanglah tidak terlalu asing dalam ingatan kita semua.

1. Johann Christoph Pachelbel – Canon in D Major ( Link )

2. Franz Peter Schubert – Ave Maria ( Link )

3. Johann Sebastian Bach – Air on the G String ( Link )

4. Ridolfo Luigi Boccherini – Minuet ( Link )

5. Ludwig Van Beethoven – Fur Elise ( Link )

6. Wolfgang Amadeus Mozart – Eine Kleine Nachtmusik ( Link )

7. Antonio Lucio Vivaldi – The Four Seasons (Spring) ( Link )

8. Johann Baptist Strauss II – Vienna Blood (Waltz) ( Link )

9. Johann Sebastian Bach – Cello Suite No. 1 Prelude ( Link )

10. Ludwig van Beethoven – Moonlight Sonata ( Link )

11. Johann Christoph Pachelbel – Chaconne in F Minor ( Link )

12. Giuseppe Francesco Verdi – La Donna E Mobile ( Link )

13. Scott Joplin – The Entertainer ( Link )

14. Wilhelm Richard Wagner – Bridal Chorus ( Link )

15. Charles Camille Saint-Saens – The Carnival of the Animal : Aquarium ( Link )

16. Ludwig Van Beethoven – Symphony No. 9 (Ode to Joy) ( Link )

17. Frederic Francois Chopin – Funeral March ( Link )

18. Pyotr Ilyich Tchaikovsky – The Nutcracker Suite (March) ( Link )

19. Wolfgang Amadeus Mozart – Divertimento in D Major KV. 136 ( Link )

20. Georges Bizet – Carmen Suite No. 1 (Les Toreadors) ( Link )

21. Pyotr IIyich Tchaikovsky – Swan Lake (Lake in Midnight) ( Link )

22. Antonio Lucio Vivaldi – The Four Seasons (Autumn) ( Link )

23. Modest Petrovich Mussorgsky – Night on Bald Mountain ( Link )

24.Johann Sebastian Bach – The Well Tempered Clavier – Book 1 ( Link )

25. Edvard Hagerup Grieg – In the Hall of the Mountain King ( Link )

26. Gioachino Antonio Rossini – William Tell Overture ( Link )

27. Johann Baptist Strauss II – The Blue Danube (Waltz) ( Link )

28. Johann Sebastian Bach – Toccata and Fugue in D Minor BWV 565  ( Link )

29. Pyotr Ilyich Tchaikovsky – The Nutcracker Suite (Waltz Of The Flowers) ( Link )

30. Gustav Mahler – Symphony No. 1 ( Link )

31. Wolfgang Amadeus Mozart – Piano Sonata No. 11 in A Major (Rondo Alla Turca) ( Link )

32. Erik Alfred Satie – Piéces Froides No. 1 : Airs a Faire Fuir ( Link )

33. Gustav Mahler – Symphony No. 6 in A Minor ( Link )

34. Sergei Sergeyevich Prokofiev – Dance of the Knights ( Link )

35. Achille Claude Debussy – Clair de Lune ( Link )

36. Franz Liszt – Liebestraum No. 3 in A Flat (Dreams of Love) ( Link )

37. George Frideric Handel – Messiah – Hallelujah ( Link )

38. Felix Mendelssohn Bartholdy – Wedding March in C Major ( Link )

39. Wolfgang Amadeus Mozart – Symphony No. 40 in G Minor KV. 550 ( Link )

40. Wolfgang Amadeus Mozart – Piano Concerto No. 21 in C Major KV. 467 ( Link )

41. Johann Sebastian Bach – Orchestral Suites (Minuet and Badinerie) ( Link )

42. Johannes Brahms – Hungarian Dance No. 5 ( Link )

43. Franz Joseph Haydn – String Quartet Op. 76 No. 3 ( Link )

44. Gustav Mahler – Symphony No. 5 ( Link )

45. Marc Antoine Charpentier – Te Deum (Prelude) ( Link )

46. Edward William Elgar – Pomp and Circumstance Marches No. 1 in D Major ( Link )

47. Antonio Lucio Vivaldi – The Four Seasons (Summer) ( Link )

48. George Frideric Handel – Alexander’s Feast ( Link )

49. Wilhelm Richard Wagner – The Ride of the Valkyries ( Link )

50. Franz Joseph Haydn – Symphony No. 94 in G Major (Surprise Symphony) ( Link )

51. Franz Peter Schubert – Schwanengesang (Serenade) ( Link )

52. Frederic Francois Chopin – Nocturne in E Flat Major Op. 9 No. 2 ( Link )

53. Emile Waldteufel – The Skater’s Waltz Op. 183 (Les Patineurs Valse) ( Link )

54. Wolfgang Amadeus Mozart – Requiem Mass in D Minor : Dies Irae ( Link )

55. Arcangelo Corelli – Twelve Concerti Grossi Op. 6 ( Link )

56. Carl Orff – Carmina Burana (O Fortuna) ( Link )

57. Jacques Offenbach – Can Can ( Link )

58. Wolfgang Amadeus Mozart – The Marriage of Figaro – Overture ( Link )

59. Gioachino Antonio Rossini – The Barber of Seville – Overture ( Link )

60. Sergei Vasilievich Rachmaninoff – Piano Concerto No. 2 in C Minor Op. 18 ( Link )

61. Dmitri Shostakovich – Jazz Orchestra No. 2 Waltz 2 (Suite for Variety Orchestra) ( Link )

62. Joaquin Rodrigo Vidre – Concierto de Aranjuez ( Link )

63. Pyotr IIyich Tchaikovsky – Piano Concerto No. 1 ( Link )

64. Achille Claude Debussy – The Girl with the Flaxen Hair ( Link )

65. Edvard Hagerup Grieg – Morning Mood ( Link )

66. Ludwig van Beethoven – Symphony No. 5 ( Link )

67. Jean Sibelius – Valse Triste (Sad Waltz) ( Link )

68. George Frideric Handel – Water Music ( Link )

69. Franz von Suppe – Light Cavalry (Overture) ( Link )

70. Sergei Sergeyevich Prokofiev – The Love for Three Oranges (March) ( Link )

71. John Philip Sousa – The Stars and Stripes Forever ( Link )

72. Antonio Lucio Vivaldi – Six Flute Concertos Op. 10 ( Link )

73. Georges Bizet – Carmen Suite No. 1 (Prelude) ( Link )

74. Pyotr IIyich Tchaikovsky – The Sleeping Beauty (Waltz) ( Link )

75. Giuseppe Francesco Verdi – Anvil Chorus ( Link )

76. Johann Sebastian Bach – Cantata BWV. 147 ( Link )

77. Robert Alexander Schumann – Kinderszenen (Scenes from Childhood) Movements 1 – 7 ( Link )

78. Charles Francois Gounod – Ave Maria ( Link )

79. Johann Baptist Strauss I – Radetzky March ( Link )

80. Achille Claude Debussy – Children’s Corner (Golliwogg’s Cakewalk) ( Link )

81. Giuseppe Francesco Verdi – Libiamo ne’ lieti Calici ( Link )

82. Georges Bizet – Habanera (Carmen) ( Link )

83. Charles Camille Saint-Saens – Danse Macabre (Dance of Death) ( Link )

84. Franz Liszt – La Campanella ( Link )

85. Frederic Francois Chopin – Etude Op. 10 No. 3 in E Major ( Link )

86. Giuseppe Domenico Scarlatti – Sonata in G Minor (Allegro) ( Link )

87.  Wilhelm Richard Wagner – Tannhauser (Overture Opera) ( Link )

88. Achille Claude Debussy – Prelude to the Afternoon of a Faun ( Link )

89. Sergei Vasilievich Rachmaninoff – Prelude in G Minor Op. 23 No. 5 ( Link )

90. Johann Baptist Strauss II – Emperor Waltz ( Link )

91. Antonin Leopold Dvorak – Symphony No. 9 (The New World) ( Link )

92.  Robert Alexander Schumann – Kinderszenen (Scenes from Childhood) Movement 7 : Traumerei ( Link )

93. Antonio Lucio Vivaldi – The Four Seasons (Winter) ( Link )

94. Giuseppe Francesco Verdi – Aida (Triumphal March) ( Link )

95. Frederic Francois Chopin – Minute Waltz ( Link )

96. Gioachino Antonio Rossini – La Gazza Ladra ( Link )

97. Pyotr IIyich Tchaikovsky – Symphony No. 5 In E Minor ( Link )

98. Pyotr Ilyich Tchaikovsky – The Nutcracker Suite (Russian Dance) ( Link )

99 Hector Berlioz – Symphonie Fantastique ( Link )

100. Johannes Brahms – Sixteen Waltzes Op. 39 : Waltz No. 15 in A Flat Major ( Link )

————————————————————-

Jujur, saya agak sedih jika anda semua tidak mengenal atau bahkan belum pernah mendengar semua karya – karya besar yang ada di atas, karena percaya atau tidak, semua karya – karya klasik ini ternyata sudah sangat familiar sekali di sekitar kita. Saya sudah berusaha keras untuk membuat semua karya – karya ini terasa akrab di telinga anda, dengan menyeleksi ratusan karya klasik dari berbagai zaman yang paling terkenal dan paling populer yang di sukai oleh banyak penikmat musik di seluruh dunia. Membutuhkan waktu yang cukup lama bagi saya untuk bisa menemukan mana karya terbaik dari para maestro musik klasik ini. Dan saya melakukan semua ini murni hanya untuk anda.

Jika anda sadar, sebetulnya anda sudah pernah mendengar semua karya – karya ini entah di suatu waktu atau di suatu tempat, namun anda tidak ingat kapan pastinya anda mendengarkan karya – karya tersebut. Sebuah pengalaman yang juga sama di alami oleh jutaan orang lain di seluruh dunia tentang kesan – kesan pertama kali mendengarkan musik klasik. Namun kini, semua musik klasik yang dulu pernah anda dengarkan lalu kemudian hilang dalam ingatan anda, akan coba saya bangkitkan kembali semuanya. Karena saya percaya pada satu hal, musik klasik betul – betul musik yang menyenangkan untuk kita dengar.

Saya sebenarnya salut sekali dengan musisi – musisi yang hidup di zaman pertengahan Eropa kala itu. Dengan keterbatasan sarana dan teknologi yang ada pada saat itu, tokoh – tokoh ini ternyata mampu membuat karya musik yang hingga kini masih sangat indah untuk kita dengarkan. Banyak di antara tokoh – tokoh tersebut yang mungkin membuat musik tidak hanya untuk dinikmati oleh orang – orang di zaman di mana mereka hidup, namun mungkin juga untuk orang – orang yang ada di masa yang akan datang. Cara berpikir seperti ini adalah cara berpikir pribadi yang ingin menciptakan karya yang besar. Sebab sebuah musik yang sudah ditakdirkan untuk menjadi karya yang besar akan dapat bertahan hingga ratusah tahun lamanya. Tokoh – tokoh ini mungkin butuh lebih dari sekedar otak yang cerdas hanya untuk meraih pencapaian setinggi ini. Pernahkan kita bertanya pada hati kecil kita sendiri,  apa jadinya jika kita tiba – tiba terdampar dan berada di zaman yang sama dengan mereka ? apakah kita mampu menciptakan sebuah karya seni dengan kualitas yang sama persis dengan yang mereka ciptakan ? Saya sendiri tidak bisa membayangkan bagaimana jika Pachelbel dan tokoh – tokoh klasik lainnya hidup kembali pada saat ini dan mereka semua melihat secara langsung karya yang sudah mereka ciptakan telah didengarkan dan dimainkan oleh jutaan orang dari seluruh penjuru dunia. Jika anda ada di posisi itu, apa yang akan anda rasakan ?

Musik klasik sebetulnya sudah ada di sekitar kita, namun kita sendiri yang tampaknya kurang menyadari kehadiran mereka. Oleh karena itu, berilah mereka sedikit ruang dan waktu untuk bisa lebih menambah dan memperkaya wawasan bermusik anda. Musik klasik adalah karya yang besar. Karya yang sudah berusia ratusan tahun. Ini adalah induk semua aliran musik. Menyukai dan mencintai musik mereka sama artinya kita belajar melihat bagaimana sebuah awal perjalanan musik.

Sebagai kalimat penutup, saya akan menunjukkan kepada anda sebuah karya lain dari seorang Johann Pachelbel yang berjudul Serenade. Serenade adalah karya yang lahir dari sisi lain Johann Pachelbel yang sangat romantis dan apa adanya. Karena karya Pachelbel ini berkonsep Serenade maka irama yang terdengar terasa sangat ringan dan lembut. Ada beberapa komposisi nada pada Canon in D yang digunakan dalam merangkai Serenade ini. Saya sendiri memposisikan Serenade Pachelbel ini satu tingkat di atas Canon in D Major. Silahkan anda dengarkan sendiri kenapa saya sampai bisa menuliskan kata – kata seperti itu. Mungkin ini adalah musik paling indah yang pernah anda dengarkan seumur hidup.

Pada akhirnya Pachelbel Canon adalah sebuah kisah, sebuah cerita. Siapapun yang mencoba menceritakannya, entah diceritakan dengan violin, viola, flute, piano, cello, gitar, harpsichord, marimba, theorbo, harpa atau bahkan dengan gelas kristal, cerita yang kita dengar akan tetap sama dari awal hingga akhir. Genie wird niemals sterben, will seinen Namen immer durch seine Werke zu fliegen, Genius will never die, his name will always fly through his works.

Terima kasih untuk karya yang indah ini,  Johann Pachelbel.

6 thoughts on “Pachelbel Canon in D Major : Cerita dalam sebuah karya klasik

  1. Nice post !
    Bila anda berkenan, saya adalah penggemar berat pachelbel (mungkin sedalam anda) dan saya rasa akan sangat menarik menjadi bahasan buat kita 🙂
    fb : Dhanu Arya
    twit : @dhanuaryawangsa

    sedikit info tambahan, saya sudah pernah melihat foto asli score musik kanon yang guru musik saya ambil pada saat tour ke jerman 3 tahun lalu dan komposisinya setelah saya telaah kembali, yang paling mendekati adalah pada video pada link berikut ini

    baiklah nanti kita lanjutkan lagi
    salam pachelbel fans dari bali 🙂

  2. kereeeeen…luar biasa..
    terimakasih ulasan musik klasik nya..
    saya sangat menyukai canon in d mayor..
    itu sebuah mahakarya hebat..
    semua jempol pokoknya.

    makasih buat semua link nya..
    #selamainimencari

    • Wow…keren sekali tulisan anda..saya jg penggemar lagu ini..terutama canon dalam rock version..tiap hari mulai dari canon versi klasik sampai rock mengiringi perjalan saya dari rumah menuju kantor..
      Ternyata,anda jauh lebih tergila2 canon dari saya..salut..

  3. *Angkat Topi
    Maha Karya, Dari Seorang Legend
    Anda jg Termasuk dalam perjalanan Legend ini bang.. Sampe Sedetail ini Cerita nya
    Terima Kasih

Leave a reply to Dhanu arya Cancel reply